Bisnis.com, JAKARTA - Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) sebagai lembaga yang merekomendasikan BMAD, menyatakan tiga negara yakni China, Korea Dan Malaysia telah melakukan dumping. Hasil Investigasi menyebut ketiganya terbukti melakukan dumping sehingga diperlukan kebijakan anti dumping 5%-26%. Sementara pengumuman keputusan akan diumumkan pekan depan oleh pemerintah.
Juru Bicara Forum Lintas Asosiasi Industri Makanan dan Minuman (FLAIMM) Rachmat Hidayat mengatakan usulan komite tersebut akan berdampak secara langsung terhadap industri dan pada akhirnya akan melakukan langkah efisiensi dan mengancam tenaga kerja.
"Kami sedang tertekan dengan penurunan konsumsi, jangan lagi ditekan dengan pengenaan dumping," kata Rachmat saat konferensi pers di Equity Tower, Jakarta, Kamis (19/4/2018).
Pihaknya juga menaruh curiga kepada asosiasi yang menyampaikan petisi kepada KADI atas permohonan penyelidikan dumping. Adalah Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia (APSyFI) sebagai produsen bahan baku kemasan plastik yang mengajukan permohonan penyelidikan Polyethylene Therephthalate (Pet) tersebut.
Dia menyebut dari tiga petisioner atau perusahaan yang menyampaikan permohonan penyelidikan dumping ke KADI, dua diantaranya memiliki afiliasi dengan perusahaan luar negeri. Sementara satu perusahaan lainnya merupakan importir Pet dari negara yang diduga melakukan dumping. Temuan ini dinilai menunjukkan bahwa petisioner tidak berhak untuk melakukan pengajuan penyelidikan.
“Anehnya lagi, produsen Pet Indonesia (petisioner) saat ini sedang dituduh pula dumping oleh Argentina Dan Malaysia,” katanya.
Sejatinya dumping yang dilakukan oleh sebuah negara tidak dipermasalahkan selama tidak mengganggu industri dalam negeri. Penetapan BMAD sendiri akan dikenakan apabila Ada industri yang mengalami kerugian terhadap situasi impor sebuah komoditas.
Sebagai informasi, pet merupakan bahan baku yang digunakan untuk membuat kemasan makanan dan minuman. Adapun tingkat penggunaannya di dalam negeri bervariasi mulai 20% hingga 70%, tergantung produk. Kemasan minuman ringan misalnya, menggunakan bahan baku pet hingga 70% dibanding bahan baku lain. Sedangkan untuk kemasanan makanan seperti biskuit menggunakan Pet sebesar 20%.
FLAIMM memaparkan tiap tahun penggunaan tersebut penggunaan pet untuk industri makanan dan minuman sekitar 200.000 ton per tahun, dengan rata-rata 55% sampai 60% merupakan impor dengan harga kisaran sekitar US$1.600 per ton. Pihaknya menuding produsen Pet Indonesia lebih banyak menyalurkan ekspor, di tengah industri domestik membutuhkan bahan baku tersebut.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan penetapan BMAD nantinya akan menyebabkan biaya industri makanan dan minuman meningkat sehingga memaksa kalangan industri meningkatkan harga jual. Langkah tersebut diperkirakan bakal menurunkan permintaan pasar dan ikut menurunkan PPN dan PPh pemerintah.
“Kalau bea masuk 10% dampaknya pada penurunan pertumbuhan demand 0,7-0,8% untuk industri besar dan bagi industri kecil dan mikro akan turun pertumbuhan dimand nya 2,98% - 3,25%,” katanya.
Rekomendasi penerapan kebijakan BMAD Pet terhadap impor juga pernah diajukan oleh KADI pada 2013. Rekomendasi tersebut ternyata ditolak oleh Kemendag dengan berbagai pertimbangan yang mengarah pada dampak terhadap industri makanan dan minuman Indonesia.
Piter menambahkan dampak terhadap pajak penjualan bagi industri besar dan menengah diperkirakan mencapai Rp56.996 miliar sebelum penetapan Pet. Namun setelah penetapan BMAD Pet akan berkurang PPN sebesar Rp230 miliar.
FLAIM merupakan forum hasil gabungan sejumlah asosiasi, yakni Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin), Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) dan Asosiasi Industri Roti, Biskuit dan Mie Instan (Arobim).