Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kemenko Maritim Usulkan Aturan Kapal Angkut Ikan Hidup Direvisi

Kemenko Maritim merekomendasikan agar aturan kapal angkut ikan hidup direvisi. Pembatasan empat pelabuhan muat singgah bagi kapal asing perlu ditambah untuk mengatasi kemacetan ekspor ikan kerapu.
Ilustrasi budi daya ikan kerapu/Antara
Ilustrasi budi daya ikan kerapu/Antara

Bisnis.com, JAKARTA - Kemenko Maritim merekomendasikan agar aturan kapal angkut ikan hidup direvisi. Pembatasan empat pelabuhan muat singgah bagi kapal asing perlu ditambah untuk mengatasi kemacetan ekspor ikan kerapu.

Usulan mengubah Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 32/Men-KP/2016 itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Tata Kelola Budi Daya Kerapu yang digelar Kemenko Maritim dengan melibatkan pembudi daya kerapu dan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Selasa (17/4/2018).

Perubahan yang diusulkan menukik pada pasal 7 yang membatasi pengangkutan kerapu hidup hanya dari empat pelabuhan muat singgah --padahal ada 181 titik muat singgah di Indonesia. Ketentuan bagi kapal angkut berbendera asing memuat hanya dari satu pelabuhan setiap kali masuk ke Indonesia juga telah membatasi aktivitas ekspor.

"Masalahnya, hanya diizinkan empat pelabuhan muat singgah dan hanya boleh satu pelabuhan untuk satu trip tidak bisa menjangkau banyak lokasi budidaya," ujar Asisten Deputi Bidang Sumber Daya Hayati Andri Wahyono.

Di sisi lain, lanjutnya, tidak ada kapal angkut ikan hidup berbendera Indonesia yang mampu mengekspor langsung. Dengan jumlah kapal angkut ikan hidup berbendera asing yang hanya 13 unit, menurut Andri, semestinya mereka boleh mengangkut dari lebih banyak pelabuhan agar hasil budi daya dapat terangkut.

Menurut dia, perlu kebijakan yang cepat untuk mengatasi penurunan produksi dan ekspor kerapu. Pelonggaran pembatasan jumlah pelabuhan dapat menjadi solusi jangka pendek.

Pengetatan aktivitas pengangkutan ikan hidup muncul setelah pemerintah mencurigai kapal pengangkut ikan hidup berbendera asing kerap digunakan untuk membawa ikan hasil tangkapan ilegal dan barang-barang terlarang, seperti narkoba dan bahan peledak.

Atas kecurigaan itu, KKP menghentikan sementara penerbitan izin kapal pengangkut ikan hidup awal 2016, yang ditindaklanjuti dengan penerbitan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 15/Permen-KP/2016 yang berlaku mulai April tahun itu.

Melalui beleid itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti membatasi ukuran kapal pengangkut maksimum 300 GT dan hanya memperbolehkan kapal asing enam kali setahun mengangkut ikan hidup dari satu pelabuhan muat singgah. Kapal pengangkut tak boleh lagi masuk ke kawasan-kawasan budidaya. Kondisi ini berbeda dengan sebelumnya yang masih memungkinkan kapal angkut bebas keluar-masuk ke wilayah pembudidayaan untuk berbelanja kerapu tanpa pembatasan frekuensi.

Pembudi daya dan eksportir kerapu mengeluh karena tidak ada kapal pengangkut, terutama asal Hong Kong, yang datang membeli kerapu mereka. Akibatnya, stok kerapu siap panen menumpuk di lokasi pembudidayaan yang diikuti dengan kemerosotan ekspor

Susi kemudian pada Agustus 2016 melonggarkan aturan melalui Permen KP No 32/Permen-KP/2016 dengan menaikkan batas maksimum bobot kapal pengangkut menjadi 500 GT dan memperbolehkan kapal asing 12 kali setahun mengangkut ikan hidup dari enam pelabuhan muat singgah. Kendati demikian, kapal hanya boleh mengangkut ikan dari satu pelabuhan muat singgah per trip.

Data KKP menunjukkan produksi kerapu nasional pada 2017 melompat lebih dari empat kali lipat dari tahun sebelumnya. Produksi kerapu sepanjang Januari-Oktober 2017 mencapai 46.504 ton, naik lebih dari 300% dibandingkan dengan posisi 2016 yang hanya 11.504 ton.

Namun, volume ekspor kerapu selama Januari-September 2017 hanya 5.217 ton. Angka itu lebih rendah dari volume pengapalan sepanjang 2015 dan 2016 yang masing-masing 7.077 ton dan 7.668 ton.

Secara nilai, ekspornya pun merosot. Nilai ekspor selama Januari-September 2017 hanya US$28,9 juta atau masih jauh di bawah realisasi 2015 dan 2016 yang masing-masing mencapai US$33,6 juta dan US$41,5 juta.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper