Bisnis.com, JAKARTA--YLKI menilai cukup alasan untuk menerapkan kebijakan ganjil genap di jalan tol Jagorawi dan tol Jakarta -- Tangerang.
Seperti diketahui, Kementerian Perhubungan berencana menerapkan kebijakan ganjil genap di dua ruas tol tersebut awal Mei mendatang.
Ketua pengurus harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, jika dilihat aspek V/C ratio, maka cukup alasan jika diterapkan pola ganjil genap di kedua pintu tol dimaksud. Hal itu didasarkan pada V/C ratio di kedua pintu tol tersebut yang sudah di atas 1. Padahal, maksimal V/C ratio pada suatu ruas jalan maksimal hanya 0,85.
"Paling ideal adalah 0,5. V/C ratio mencerminkan kecepatan rata-rata kendaraan. Semakin tinggi V/C rationya, semakin rendah kecepatan rata-rata kendaraan di jalan tersebut, alias semakin jelek performanya," kata Tulus, Jumat (13/4/2018).
Dengan kata lain, karena aspek V/C ratio yang sangat tinggi maka kualitas SPM pada ruas jalan tol dimaksud sangat rendah, alias tidak mencapai target.
"Ini jelas sangat merugikan konsumen. Seharusnya jalan tol yang kita bayar harus paralel dengan kualitas pelayanan, bahkan seharusnya ruas jalan tol yang V/C rationya lebih dari 1 sudah tidak bisa dinaikkan tarifnya. Kalau perlu diturunkan," lanjutnya.
Baca Juga
Kompensasi
Menurut Tulus kebijakan ganjil genap juga harus diimbangi dengan kompensasi angkutan umum yang memadai.
Sehingga ganjil genap tidak merugikan konsumen karena konsumen ada sarana transportasi alternatif untuk bepergian.
Tulus menuturkan instrumen ganjil genap seharusnya bersifat sementara, bukan permanen.
Ia menambahkan, secara regulasi, instrumen pengendalian lalu-lintas yang sudah mempunyai dasar hukum kuat adalah ERP (Electronic Road Pricing), atau jalan berbayar.
Maka, lanjut Tulus, BPTJ harus mulai menggodog dengan serius implementasi jalan berbayar, terutama jika LRT/MRT sudah beroperasi.
"Tanpa di back up instrumen pengendalian traffick di ruas-ruas utama menuju Jakarta, maka LRT/MRT tidak akan laku, minim penumpang. Ora payu kalau kata orang Jawa," ujarnya.
Di sisi lain, YLKI meminta agar Kepolisian juga memonitor bahkan memberikan sanksi bagi truk yang berjalan di lajur kanan atau tengah.
Sebab, faktanya kendaraan truk tidak mampu mencapai kecepatan minimal, yakni 60 km per jam.
Kendati jumlah truk tidak signifikan, karena pergerakannya di bawah rata-rata maka mengakibatkan kemacetan lalu-lintas yang signifikan.