Bisnis.com, JAKARTA—Presiden Joko Widodo memanggil sejumlah menteri untuk membicarakan kepastian pembentukan Holding BUMN Migas melalui peleburan PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) dengan PT Pertamina Gas (Pertagas).
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan Presiden Jokowi memanggil Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri BUMN Rini Soemarno, dan Kepala BPKP Ardan Adiperdana.
“Tadi Pak Presiden meminta kami untuk menyampaikan keputusan untuk melakukan peleburan atau holding-isasi Pertagas dengan PGN. Beliau meminta mendapatkan informasi yang lebih detail,” katanya di Istana Negara, Rabu (28/2).
Salah satu poin dibahas adalah mengenai bisnis model dari kedua institusi yang akan dilebur. Peleburan ini dinilai Presiden Jokowi harus menghasilkan hal positif, terutama dari sisi belanja modal supaya lebih efisien.
Keefisienan ini juga harus diartikan bahwa tidak ada investasi yang tumpang tindih dan mampu menciptakan harga gas yang lebih kompetitif.
Poin kedua adalah sisi neraca keuangan. Dalam hal ini, PGN adalah sebuah perusahaan terbuka dan telah melakukan berbagai langkah investasi sebelum rencana holding BUMN Migas ini terbentuk.
Baca Juga
“Bagaimana neraca PGN yang akan bergabung dengan neracanya Pertamina atau Pertamina sebagai share holder-nya dari PGN. Bagaimana sinergi untuk kemudian menghasilkan return on equity dan return on aset-nya maksimal sehingga para share holder terutama pemilik saham publik akan juga mendapatkan manfaat dari keputusan korporasi ini,” tuturnya.
Jadi intinya, dia menyebutkan Pak Presiden ingin memastikan bahwa aksi korporasi kedua entitas ini baik bagi BUMN sehingga mampu menyehatkan neraca keuangan, memperbaiki tata kelola, menciptakan efisiensi kinerja, hingga memberikan dampak positif bagi masyarakat.
Selanjutnya, Sri mengungkapkan Menteri BUMN akan mengembangkan beberapa indikator agar sinergi ini bisa diukur melalui performance based.
“Menteri BUMN akan melakukan suatu indikator mengenai manfaat dari sinergi ini, terutama mengenai capital spending, indikator dari efisiensi, indikator dari hasil dari investasinya, dan pada akhirnya tentu neraca paling kuat dari PGN yang akan menjadi positif bagi Pertamina,” jelasnya.