Bisnis.com, JAKARTA— Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia menilai lembaga keuangan belum berpihak kepada petani dalam mengembangkan produksi sawit mereka.
Ketua Apkasindo Kalbar Wagio Ripto Sumarto mengatakan, petani kelapa sawit masih sulit mendapatkan akses permodalan di perbankan.
“Ada syarat berat, butuh agunan, tentu petani-kan sangat keberatan menunjukan agunan. Lembaga keuangan belum berpihak kepada petani,” kata Wagio kepada Bisnis, Minggu (11/2/2018).
Persoalan lain, kata dia, saat petani sudah bisa memenuhi syarat untuk meminjam, petani harus membayar cicilan pada bulan berikutnya setelah kontrak berjalan. Padahal, menurutnya, tanaman sawit memerlukan waktu tumbuh menjadi pohon belum berbuah saja pada usia tiga tahun.
“Petani perlu dana juga untuk jalan yang baik, pembinaan kelompok tani, dan mendapatkan pupuk,” ujarnya.
Sebelumnya, Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menilai pemerintah tidak peduli dengan kesejahteraan petani sawit dengan diberlakukannya Pasal 9 ayat (2) PP No.24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan.
Itu sebabnya SPKS mengajukan hak uji materiel terhadap Pasal 9 ayat (2) PP No.24/2015 tentang Penghimpunan Dana Perkebunan tersebut ke Mahkamah Agung.
Kepala Departemen Advokasi SPKS Marselinus Andri mengatakan pemberlakuan pasal tersebut telah merugikan petani sawit karena memberi ruang terjadinya penyalahgunaan dana perkebunan tersebut.
“Semestinya dana itu untuk petani dalam program pengembangan sumber daya manusia, penelitian dan pengembangan perkebunan, promosi perkebunan, peremajaan perkebunan dan pemenuhan sarana dan prasarana perkebunan sesuai dengan UU No. 39/2014 tentang Perkebunan,” kata Andri, Kamis (8/2).
Faktanya, lanjut dia, sejumlah dana perkebunan kelapa sawit yang terkumpul ternyata digunakan untuk pemenuhan hasil bahan bakar nabati (biofuel) yang berwujud subsidi biodiesel.
Itu artinya, lanjut dia, pemerintah tidak peduli dengan kesejahteraan petani sawit karena aturan tersebut sudah dipertahankan selama bertahun-tahun.