Bisnis.com, JAKARTA -- Kalangan pengusaha pelayaran dalam negeri menyatakan siap mengambil peluang untuk mempebesar pangsa angkutan ekspor sejalan dengan penerapan Permendag No.82 Tahun 2017 pada Mei 2018 mendatang.
Regulasi yang menjadi dasar penerapan beyond cabotage akan diterapkan secara bertahap.
Ketua DPP Indonesia National Shipowner Association (INSA) Carmeilita Hartoto mengatakan saat ni muatan ekspor masih didominasi angkutan laut asing dengan pangsa 90%.
Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, di 2016 angkutan luar negeri pelayaran nasional hanya mencapai 67,23 juta ton sedangkan pelayaran asing memuat 976,20 juta ton.
Regulasi Kementerian Perdagangan yang mewajibkan penggunaan angkutan laut domestik untuk ekspor minyak sawit dan batu bara menurut Carmeilita memberi angin segar sekaligus juga tantangan.
Pasalnya, kebutuhan kapal untuk angkutan ekspor terbilang besar ; msalnya untuk angkutan ekspor batu bara, diperlukan 416 pengiriman setiap tahun.
Baca Juga
"Ini tantangan bagi anggota INSA, khususnya dalam pengadaan dan pengoperasian kapal. Pelayaran nasional akan mengisi ketersediaan kapal secara bertahap baik secara kuantitas maupun kualitas sesuai kebutuhan pemilik barang," jelas Carmeilita kepada Bisnis, Sabtu (10/2/2018).
Dia menambahkan, Kemendag telah memfasilitasi para pemangku kepentingan yang terlibat dalam Permendag No.82 Tahun 2017 untuk menyusun peta jalan guna memetakan volume kargo untuk ekspor minyak sawit dan batu bara.
Pemetaaan juga mencakup negara tujuan, jenis, ukuran, dan jumlah kapal yang disiapkan agar kegiatan ekspor tidak terganggu.
Di sisi lain, INSA menilai pelayaran nasional perlu sejumlah stimulus agar punya daya saing tinggi dalam angkutan ekspor.
Carmeilita menyebut, pelayaran nasional berharap pemerintah bisa menerbitkan kebijakan yang bersifat equal treatment seperti yang diterapkan negara lain
Dia mencontohkan, pelayaran nasional masih dibebani bunga perbankan yang tinggi di kisaran 10%-20%. Di samping itu, pengusaha juga masih dipungut pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10% atau freight ekspor, PPN atas bahan bakar minyak sebesar 10%, dan pajak bahan bakar kendaraan bermotor sebesar 5%-7%.
Menurut Carmeilita, beban bunga maupun beban pajak tersebut akan dihitung ke dalam struktur biaya pelayaran sehingga menentukan tarif yang ditawarkan. Dia menyebut, tarif atau freight menjadi faktor daya saing untuk angkutan ekspor.
"INSA juga akan mengikuti perkembangan harga freight yang berlaku di pasar internasional untuk angkutan batu bara dan CPO," tukasnya.