Bisnis.com, JAKARTA—Kebijakan moratorium sawit yang saat ini masih dalam proses perlu disinkronkan dengan peraturan perundangan yang berlaku saat ini.
Hal ini disampaikan oleh Pakar Sawit dari Institut Pertanian Bogor (IPB) yang juga pernah menjabat Direktur Utama di Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Bayu Krisnamurthi.
“Kebijakan itu kiranya perlu disinkronkan dengan peraturan perundangan yang berlaku seperti undang-undang yang terkait investasi,” katanya dalam pesan kepada Bisnis, Selasa (30/1/2018).
Selain sinkronisasi dengan peraturan berlaku, kebijakan ini juga perlu memperhatikan kepentingan untuk menjaga iklim investasi yang sehat serta adanya jaminan kepastian usaha. Tak luput, konsistensinya dengan rencana melakukan peremajaan yang telah dicanangkan pemerintah juga perlu kejelasan.
Kendati mengakui belum memahami secara rinci isi kebijakan ini, menurut Bayu, penghentian kegiatan usaha baru dalam bentuk penghentian izin boleh jadi tidak merugikan siapapun dan hanya akan membuat kehilangan kesempatan.
Namun, adanya lahan yang belum dibuka meski izin sudah dikeluarkan bisa jadi pula memang merupakan bagian dari rencana bisnis perusahaan sebab usaha sawit merupakan bisnis berjangka panjang.
“Dan menghentikan proses bisnis bisa-bisa merugikan dan ada biaya. Hal ini perlu diperhatikan,” kata Bayu mengingatkan.
Dengan moratorium ini, di mana sejumlah lahan yang berasal dari kawasan hutan dan masih berbentuk hutan primer berpotensi dijadikan objek evaluasi kendati telah mendapatkan HGU serta tertundanya proses pemberian izin atas 950.000 hektar lahan (Bisnis.com, 1/8/2016), ada potensi perlambatan dalam pertambahan produksi. Sementara itu, tidak bertambahnya produksi akan merugikan karena pangsa pasar Indonesia akan berkurang hingga bisa jadi diambil oleh negara lain.