Bisnis.com, JAKARTA - Perkembangan angkutan taksi online menjadi salah satu faktor meredupnya taksi reguler, demikian dikemukakan Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Iskandar Abubakar.
Dia mengatakan sejak berkembangnya taksi online, jumlah taksi reguler yang beroperasi terus menyusut. "Dulu taksi reguler ada sekitar 27.000 yang beroperasi. Sekarang tinggal [kurang lebih] 7.000. Artinya, banyak investasi [taksi] yang macet, kreditnya tidak bisa dikembalikan karena tak jalan. Di sini banyak kerugian yang luar biasa," paparnya pada Jumat (26/1/2018).
Oleh sebab itu, adanya taksi online tak cukup hanya diatur dalam peraturan menteri perhubungan, melainkan juga harus diakomodasi dalam undang-undang, termasuk juga soal perlindungan konsumen dalam hal ini adalah keselamatan.
"Saran saya adalah bagaimana pemerintah melakukan suatu perubahan dari UU dan amandemen mengenai pasal angkutan daring ini bisa berkembang," kata Iskandar.
Sebelumnya, Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi menuturkan akan mengakomodasi angkutan online dalam revisi UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Selama ini, sewa angkutan online hanya diatur dalam Permenhub No. 108/2017. Oleh sebab itu, revisi UU 22/2009 diharapkan bisa membenahi poin-poin aturan yang sudah dianggap usang dan menyesuaikan aturan dengan perkembangan zaman termasuk mengatur angkutan online.
“Dalam UU 22/2009, terkait taksi online belum ada. Jadi, nanti dalam revisi akan diakomodasi sewa taksi dengan sistem aplikasi,” kata Budi.
Dia akan mengundang sejumlah pihak seperti kepolisian, Dinas Bina Marga, dan PT Jasa Raharja untuk membahas perihal sewa angkutan online dalam revisi UU itu.