Bisnis.com, JAKARTA – Kebutuhan kaum milenial untuk mampu memiliki tempat tinggal, terakomodasi oleh perkembangan hunian berkonsep co-living. Banyak apartemen yang difungsikan sebagai hunian bersama tersebut.
Vice President Coldwell Banker Commercial Advisory Group Dani Indra Bharata mengatakan konsep hunian co-living memiliki kemiripan dengan hunian kos yang marak di Jabodetabek. Namun, desain yang dihadirkan dalam co-living mengadopsi desain ruang kerja bersama (co-working space). Di mana, para pekerja tinggal dan bekerja di tempat yang sama.
Co-living, katanya, memiliki kisaran harga sewa yang berbeda dibandingkan hunian indekos pada umumnya. “Awalnya ini memang lebih diakomodasi oleh kaum milenial yang memang berkaitan erat dengan internet. Semua hal yang berkaitan dengan teknologi,” jelas Dani kepada Bisnis, Rabu (24/1).
Dalam co-living, katanya, akan mengarah pada komunitas tertentu, sehingga ada pembatasan siapa yang bisa tinggal di hunian tersebut. “Jadi misalnya komunitas ini dikategorikan berdasar usia, kesamaan minat atau ketertarikan pada suatu bidang tertentu. Bahkan ada yang spesifik menyasar founder start-up, pelaku high-tech, dan hal-hal seperti itu,” kata Dani.
Dia menjelaskan konsep ruang tinggal bersama itu tumbuh di pusat perkotaan, yang mana angka permintaan dari milenial semakin meningkat sementara pasokan hunian semakin sulit dan mahal.
Dia menambahkan, sejumlah prasyarat wajib bagi milennial dalam mencari hunian adalah status hunian yang multifungsi dan memudahkan mereka dalam berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Di Jakarta sendiri, menurut Dani, co-living merupakan salah satu konsep baru. Prototipe co-living yang ada di Jakarta mayoritas berlokasi di apartemen-apartemen yang alih fungsi. Dia memprediksikan pertumbuhan co-living pun belum tentu melampaui pertumbuhan co-working space.