Bisnis.com, JAKARTA - Positifnya pergerakan harga batu bara sepanjang tahun ini tidak menjadi tren yang sama akan berlanjut pada tahun depan.
Beberapa faktor eksternal menjadi pendorong utama pergerakan harga batu bara tahun ini. Sementara volume permintaan belum naik secara signifikan.
Bencana alam seperti yang terjadi di Australia hingga memanasnya kondisi geopolitik di Semenanjung Korea turut memicu menghangatnya harga batu bara, di samping kebijakan-kebijakan negara produsen utama seperti China yang memangkas jam kerja tambang sejak April 2016.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menilai kendati telah melampaui ekspektasi, cukup sulit untuk yakin bahwa harga tak akan terkoreksi dalam waktu dekat. Pasalnya, faktor eksternal mungkin saja tak lagi kencang di tahun depan.
"Harga masih belum sustain dan rentan terkoresksi akibat sentimen-sentimen eksternal," tuturnya kepada Bisnis.
Sementara itu, Ketua Indonesian Mining Institute Irwandy Arif (IMI) menilai harga batu bara tidak akan jatuh seperti pada 2015 hingga pertengahan 2016. Menurutnya harga akan cukup positif dalam beberapa tahun ke depan seiring peningkatan permintaan dalam negeri dari proyek pembangkit 35.000 megawat (MW).
Irwandy memperkirakan harga masih akan berada di rentang US$60-US$80 per ton. Adapun hingga November 2017, rata-rata harga batu bara acuan (HBA) pada tahun ini mencapai US$85,18 per ton.