Bisnis.com, TANGERANG - Setelah Indogrosir, jaringan minimarket Alfamart resmi menjalankan program kemitraan dengan pedagang tradisional dan perbankan. Lewat program itu, pedagang tradisional yang menjadi mitra Alfamart akan mendapatkan bantuan pembiayaan dari bank.
Fasilitas kredit tersebut digunakan untuk membeli barang dari Alfamart. Presiden Direktur PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk. (AMRT) Hans Anggara Prawira mengatakan ada 1.900 toko di berbagai daerah yang dijadikan hub dalam mensuplai barang ke warung-warung tradisional. Meskipun jumlah gerai Alfamart sudah lebih dari 13.000 outlet, tapi hanya 1 toko di 1 wilayah yang ditunjuk sebagai hub di area terkait.
“Untuk mitra, jumlahnya bertahap tapi kami menargetkan 2.000 mitra. Tetapi, di luar yang skema pembiayaan kami sudah kerja sama dengan lebih dari 50.000 warung,” sebut dia usai peluncuran program kemitraan antara ritel modern dengan pedagang tradisional dan perbankan di Kantor Pusat Alfamart, Tangerang, Sabtu (18/11/2017).
Alfamart memang sudah memiliki program pembinaan sebelumnya, di mana perseroan memberikan pendampingan kepada para mitra binaan mengenai tren produk serta bagaimana menyusun display barang yang menarik.
Adapun perbankan yang ikut serta dalam kemitraan kali ini adalah PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank BRI Syariah, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank Central Asia Tbk., dan PT Bank Sinarmas Tbk.
Fasilitas kredit yang diberikan bervariasi, antara Rp10 juta-Rp25 juta. Besaran bunganya pun berbeda-beda masing-masing bank karena ada yang menggunakan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan ada pula yang tidak.
Baca Juga
Tetapi, Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita mengklaim bunga 13%-18% per tahun lebih baik bagi pedagang tradisional dibandingkan dengan bunga rentenir di pasar tradisional yang sebesar 5% per 6 jam. “Bunga 1% per bulan tetap lebih ringan,” sebut dia dalam kesempatan yang sama.
Enggar menyatakan keikutsertaan Alfamart merupakan wujud kepedulian serta keberpihakan ritel modern dan perbankan dalam pemberdayaan warung tradisional, pengembangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM), serta penciptaan ekonomi berkeadilan. Selama ini, pedagang tradisional mendapatkan barang dari mata rantai distributor yang sangat panjang.
“Di mana pedagang tradisional bisa dapatkan akses? Kalau lewat distributor akan panjang. Kami potong mata rantai. Mata rantai yang panjang membuat pedagang di rantai terakhir mendapat barang yang mahal dan konsumen juga dapat harga mahal,” terang dia.
Alfamart mengklaim hanya mengambil margin 3%-5% dari pedagang tradisional sebagai biaya logistik dan administrasi. Sementara itu, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey menyatakan selain supply chain, kerja sama tersebut juga terkait dengan revitalisasi warung tradisional.
“Harapan kami, program-program seperti ini bisa menjadi kontribusi bagi perkembangan industri ritel nasional,” ucap dia.
Adapun jumlah ritel modern di Kota Tangerang mencapai 403 gerai, per Juli 2017. Rinciannya, 11 pusat perbelanjaan, 32 supermarket dan hypermarket, serta 360 minimarket. Dari total minimarket yang ada, hampir 50% di antaranya merupakan outlet Alfamart.
Program kemitraan seperti ini pertama kali dijalankan oleh Indogrosir, perkulakan milik Grup Salim, pada akhir bulan lalu. Indogrosir dipilih sebagai percontohan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) karena sudah memiliki program serupa sejak lebih dari 20 tahun lalu.
Kemendag menargetkan seluruh ritel modern sudah melaksanakan program kemitraan ini pada akhir 2017.