Bisnis.com, JAKARTA - Pemberian identitas tunggal menjadi salah satu upaya lanjutan pascapemerintah mengesahkan penerapan single submission seperti yang tercatum Pepres tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha.
Kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Trikasih Lembong mengatakan, pemberian identitas tunggal atau single identifier menjadi upaya untuk mengawal investor yang berinvestasi di Indonesia. Hal ini lantaran seringkali pemohon izin membuat PT tersendiri di masing-masing proyek.
Thomas pun menegaskan, bahwa single submission sendiri berbeda dengan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) milik BKPM di mana PTSP tujuannya pelayanan, sementara single submission tujuannya pengawalan terhadap investor terutama investor yang besar-besar.
"Jadi beda dengan PTSP, kalau PTSP kan di BKPM. Kalau ini [single submission] kan tujuannya pelayanan. Tapi yang dirasakan oleh kami pengkawalan terhadap investor terutama investor yang besar-besar,” kata Thomas.
Data BKPM kan menunjukkan 1% dari proyek mencangkup 70% dari nilai investasi nasional. Hanya, seringkali tidak jelas pemiliknya, investornya, bahkan seringkali investor bikin PT-PT untuk masing-masing proyek.
“PT-nya namanya apa, dan tak jelas perusahaan itu apa milik investor besar, jadi kita mau berikan single identifier semacam identitas tunggal agar jelas, ini proyeknya jelas, ini milik siapa bahwa ini proyek prioritas, jadi harus di kawal dari Kementerian ke Kementerian. Nasib investor, nasib proyek, tanggung jawab kita bersama," kata Thomas di Kantor Kemenko Perekonomian, Kamis (31/8/2017).
Baca Juga
Semetara itu, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri, Edy Putra Irawady mengatakan, munculnya Pepres tersebut dilandasi karena perizinan dan pelayanan publik di Indonesia yang masih memakan waktu yang lama, sehingga berdampak pada Penanaman Modal Asing (PMA) yang terealisasi dalam 7 tahun terakhir hanya sebesar 27,5% secara rata-rata target tiap tahun.
"Karena itu, kita lihat kawan-kawan ada banyak yang bikin KEK (Kawasan Ekonomi Khusus), kawasan investasi, yang di luar Jawa, ternyata tetap gagal, Jawa tetap dominan," ujar Edy.