Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Permen KLHK Dinilai Hambat Kemandirian Ekonomi Nasional

Pemerintah perlu merevisi peraturan Menteri (Permen) Kementerian Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut karena berpotesi mengganggu kemandirian ekonomi nasional akibat berkurang luasan perkebunan sawit rakyat yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.
Sawit
Sawit

Bisnis.com, JAKARTA-Pemerintah perlu merevisi peraturan Menteri (Permen) Kementerian Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor P.16/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut karena berpotesi mengganggu kemandirian ekonomi nasional akibat  berkurang luasan perkebunan sawit  rakyat yang telah ada sejak ratusan tahun lalu.

Disisi lain, belum tersedianya data valid mengenai luasan lahan gambut serta peta gambut yang akurat perlu jadi pertimbangan pemerintah untuk merevisi permen ini. Satu pihak menyebut luasan gambut mencapai 24 juta hektar, sedangkan data lain menyebut luasan gambut hanya sekitar 14 juta hektare.

Demikian rangkuman pendapat Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasido)  Asmar Aryad , Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) SAMADE (Sawitku Masa Depanku)  Sumatera Utara Tolen Ketaren,  Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit PIR Riau Sofyan Harahap Ketua Umum Forum Tani Indonesia (Fortani) Wayan Supadno di Jakarta, Minggu (6/8).

Menurut Asmar Arsyad, penerapan permen kontroversial itu mempunyai multiplier effect yang berakhirnya pada rusak tatanan kemandirian ekonomi nasional. Ini lonceng kematian bagi perkebunan sawit rakyat. Bakal terjadi chaos karena turunnya seperti pendapatan asli daerah, meningkatnya pengangguran, serta beragam konflik sosial.  “Ini permen paling emosional karena tidak menunjukkan keberpihakan pada rakyat,” kata Asmar.

Menurut Asmar, sejak ratusan tahun lalu, lebih dari 60% konsesinya berada di lahan gambut, karena terbatasnya lahan mineral.”Kini, kemana petani akan direlokasi. Apakah lahan mineral yang dijanjikan pemerintah ada dan dimana lokasinya.  Atau mereka akan direlokasi ke Kalimantan atau Papua. Kalau iya, bagaimana caranya. Apakah aturan itu, tidak akan menimbulkan persoalan dan gejolak ekonomi di daerah.” Kata Asmar. 

Asmar menyayangkan, pemerintah di Kabinet Jokowi lebih banyak menerbitkan peraturan yang kontraproduktif  dengan kementerian lain daripada membina rakyat. Tahun 2009, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri pertanian Nomor : 14/permentan/pl.110/2/2009 Tentang Pedoman Pemanfaatan Lahan Gambut untuk Budidaya Kelapa Sawit yang memperboleh gambut dibawah 3 meter bisa diupayakan. Tiba-tiba KLHK menerbitkan aturan pengelolaan lahan gambut. “Ini membingungkan rakyat. Pemerintah perlu instropeksi diri. “

Pernyataan senada dikemukakan Tolen Ketaren. Dampak terbesar dari pemberlakukan permen tersebut, kata Tolen adalahnya turunnya ekonomi dan pendapatan masyarakat. Saat ini, penanaman sawit masih menjadi pilihan masyarakat karena usaha alternatif yang disarankan berbagai pihak termasuk pemerintah belum tentu hasilnya. “Atau mungkin pernah dilakukan masyarakat di sekitar lingkungan gambut, namun hasilnya sangat rendah, sehingga sawit tetap menjadi pilihan rakyat,” kata Tolan.

Seharusnya, pemerintah perlu membimbing masyarakat untuk menanam beragam komoditas termasuk sawit serta menerapkan pemanfaatan gambut ramah lingkungan untuk perbaikan ekonomi rakyat. “Jangan justru sebaliknya, memojokkan rakyat dengan berbagai aturan yang membebani dan menyikat habis  kehidupan masyarakat perdesaan.” 

Saat ini,  perkebunan sawit rakyat di Sumatera Utara telah berkembang. Ada fasilitas jalan yang memadai di seluruh pelosok sehingga hasil panen terjamin kualitasnya. “Ini merupakan bagian keberhasilan dari program petani rakyat yang perlu diapresiasi.”

Sofyan Siregar menilai, aturan itu bisa menimbulkan banyak persoalan baru seperti pengangguran..  Bahkan Sofyan mengharapkan, pemerintah merevisi permen Nomor 15/2017 tentang tata cara pengukuran muka air tanah di titik penaatan ekosistem gambut. “Aturan itu sebaiknya direvisi dengan kisaran antara 50-70  cm. Jika dipaksakan, seluruh petani sawit di Riau pasti berurusan dengan hukum karena aturan itu bisa mungkin diberlakukan,” kata dia.

Pernyataan senada dikemukakan Wayan Supadno. Dia mengharapkan, perkebunan sawit rakyat yang sudah dibebani izin atau telah ada sejak ratusan tahun lalu, sebaiknya tidak diganggu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Sumber : Antara

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper