Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Impor Tekstil Capai 310.000 Ton

Impor tekstil dan produk tekstil ilegal pada tahun lalu diperkirakan mencapai 310.000 ton dengan nilai mencapai Rp16 triliun.
Aktivitas pekerja pabrik tekstil/JIBI
Aktivitas pekerja pabrik tekstil/JIBI

Bisnis.com, JAKARTA—Impor tekstil dan produk tekstil ilegal pada tahun lalu diperkirakan mencapai 310.000 ton dengan nilai mencapai Rp16 triliun.

Redma Gita Wirawasta, Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), menyampaikan jumlah tersebut didapat dari selisih antara total konsumsi masyarakat pada tahun lalu sebesar 1,86 juta ton dikurangi penjualan produk lokal di pasar domestik sebesar 1,4 juta ton dan impor produk jadi legal 151.000 ton. 

“Hitungan berdasar analisis kami memperkirakan setiap bulan sekitar 1.000 kontainer barang impor ilegal masuk ke pasar domestik. Barang yang diselundupkan berupa serat, benang, kain, dan garmen,” ujar Redma dalam siaran pers, Kamis (20/7/2017). 

Asosiasi menyatakan dukungannya kepada pemerintah dalam upaya menertibkan produk impor ilegal dengan berbagai kebijakan yang menguntungkan pelaku bisnis domestik. Impor ilegal adalah masalah klasik yang harus dihadapi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) demi mempertahankan pasar domestik.

Redma menjelaskan bahwa barang impor ilegal sebagian besar masuk dengan cara impor borongan dan rembesan Kawasan Berikat. "Ada pula yang separuhnya bertindak nakal dengan cara under invoicing, under pricing, dan pelarian kepada HS yang bea masuknya 0%," ujarnya.

APSyFI mencatat impor borongan dalam satu kontainer berisi beberapa jenis barang biasanya dikenakan biaya Rp150 juta—Rp200 juta, tetapi jika dihitung secara detail bea masuk, PPn, dan PPh-nya seharusnya bisa di atas Rp500 juta. Dengan begitu, APSyFI mengusulkan agar pemerintah melarang praktik impor borongan ini atau dikenakan tarif maksimal.

“Untuk tekstil, kalau satu kontainer isinya beberapa jenis barang, anggap saja semuanya garmen, bea masuk 20%, PPn 10%, PPh 2,5%, total impor garmen per kontainer kira-kira Rp3 miliar, jadi tarif impor maksimalnya sekitar Rp975 juta,” katanya.

Redma menambahkan rembesan yang terjadi di Kawasan Berikat merupakan praktik lama yang baru-baru ini terungkap karena kasus ekspor fiktif. Perusahaan nakal di Kawasan Berikat menjual barang ke pasar domestik untuk menghindari bea masuk dan pajak.

APSyFI berharap agar fungsi Kawasan Berikat dikembalikan lagi seperti semula yaitu untuk perusahaan yang seluruh produknya diekspor. “Jika ada perusahaan yang ekspor, tetapi juga masih perlu pasar domestik, pemerintah sudah memberikan fasilitas KITE [Kemudahan Impor Tujuan Ekspor]. Dengan adanya fasilitas tersebut pengawasan Bea Cukai di kawasan berikat jadi lebih mudah” imbuhnya. 

Redma mengatakan, dengan dibentuknya Satgas Penertiban Impor Berisiko Tinggi, kalangan industri TPT berharap pemerintah dapat mengawasi praktik impor borongan, rembesan dari Kawasan Berikat, dan praktik under invoicing.

Sementara itu, Cecep Daryus, Wakil Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi), menyatakan bahwa barang impor ilegal menguasai sekitar 20% pasar domestik. “Total produk impor menguasai 40% pasar lokal, setengahnya barang impor ilegal,” ujar Cecep, dalam siaran pers, Kamis (20/7/2017).

Kerugian tidak hanya pada pemasukan pemerintah saja, tetapi terkait dengan perekonomian nasional secara keseluruhan. “310.000 Ton kalau disubstitusi oleh produk lokal bisa menciptakan 330.000 lapangan pekerjaan baru di sektor garmen, ditambah 150.000 lagi di sektor hulu,” ungkapnya. (Regi Yanuar)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper