Bisnis.com, JAKARTA-- Kementerian Desa PDTT membentuk satgas untuk mengawasi dana desa mengingat Pemerintah kembali menaikkan anggaran dana desa tahun ini.
“Satgas Dana Desa juga akan mendorong dan mengingatkan agar para kepala desa menjalankan empat program unggulan Kemendes PDTT. Selain itu, Satgas juga akan tetap menjalankan tugas utamanya, yakni mengawasi dan mencegah adanya penyelewengan dana desa,” ujar Menteri Desa PDTT Eko Putro dalam keterangan resmi, dikutip Minggu (16/7/2017).
Untuk diketahui, pada 2015, Dana Desa yang terserap dari Rekening Pemerintah Daerah ke Pemerintah Desa mencapai 93,17%.
Tahun 2016, jumlahnya meningkat menjadi 96,32%. Sementara tahun 2017 ini, tercatat hingga 16 Juni lalu, sudah terdapat 413 daerah yang tersaluri Dana Desa 2017 tahap pertama dengan persentase 95,54%.
Adapun, pemanfaatan Dana Desa pada 2016 sudah sangat beragam. Mayoritas digunakan untuk peningkatan dan perbaikan infrastruktur dasar yang mendukung kegiatan perekonomian.
Tercatat, pemanfaatan Dana Desa 2016 di antaranya digunakan untuk jalan desa sepanjang 66.884 km, saluran irigasi 12.596 unit, embung 696 unit, pasar desa 1.819 unit, PAUD 11.296 unit, Polindes 3.133 unit, Posyandu 7.524 unit, dan Posyandu 7.524 unit.
Baca Juga
Hingga 2017 ini, Dana Desa juga menstimulasi terbentuknya BUMDes sebagai penggerak ekonomi masyarakat desa sebanyak 18.446 unit. Beberapa BUMDes yang berkembang di antaranya memiliki omset antara Rp300 juta hingga Rp10 miliar.
Hadirnya BUMDes merupakan upaya untuk terus meningkatkan produktivitas masyarakat dan menciptakan lapangan usaha baru. Dengan demikian, masyarakat desa akan mendapatkan manfaat langsung yakni peningkatan pendapatan.
Sementara itu, selain mendapat pengawasan dari Satgas Dana Desa, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) juga tengah mencari formulasi untuk masuk dan melakukan audit terhadap pengelolaan dana desa.
Sebelumnya, Ketua BPK Bahrullah Akbar menjelaskan penggunaan dana desa relatif belum banyak tersentuh tangan lembaga auditor negara tersebut. Padahal tanpa kontrol dari BPK, pengelolaan dana desa bakal lebih riskan dan rawan diselewengkan.
Adapun selama ini audit BPK masih terpusat ke anggaran dana desa atau ADD yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau APBD.
Nilai ADD adalah 10% dari total APBD atau sekitar Rp80 triliun. Sedangkan jumlah dana desa tahun ini sekitar Rp60 triliun yang langsung dari pusat.
Pengawasan terhadap pengelolaan dana desa sangat penting, pasalnya BPK menengarai tingginya potensi penyelewengan.
Di samping itu, berdasarkan pengalaman audit anggaran dana desa yang berasal dari APBD, banyak kepala daerah yang ditahan lantaran menyelewengkan dana tersebut.
"Isu-isu seperti ini yang akan kami fokuskan, karena dana desa merupakan salah satu kebijakan dari sisi fiskal untuk menggenjot pembangunan daerah, karenanya patut dijaga,"pungkasnya.