Bisnis. com, JAKARTA— Target Kementerian Keuangan agar rasio pajak bisa tembus di angka 16% pada 2019 dianggap terlalu ambisius.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance Bhima Yudhistira mengatakan kalaupun optimisme tersebut muncul akibat adanya pertukaran data pajak antar negara maka hasilnya pun tak akan instan seperti yang diharapkan.
“Prosesnya butuh waktu lama, diprediksi butuh 3—5 tahun setelah AEOI baru bisa masuk kas negara. Di 2018 juga tidak ada lagi pendorong dari sisi perpajakan yang signifikan pasca tax amnesty. Dari sisi makro ekonomi kondisi global masih belum menunjukkan pemulihan yang berarti, artinya pemerintah harus lebih realistis membuat target,” kata Bhima kepada Bisnis, Kamis (13/7).
Sebab itu, perlu ada sejumlah langkah yang perlu dilakukan seperti perluasan basis pajak yang perlu terus dilakukan.
“Salah satunya memperbaiki sistem database pajak paska tax amnesty, perluasan basis pajak juga perlu dilakukan dengan revisi UU PPh 21,” ujarnya.
Kedua adalah reindustrialisasi.
Menurutnya, sumbangan sektor industri terhadap total penerimaan pajak mencapai 31%.
“Jadi kuncinya dipertumbuhan industri manufaktur, kalau industrinya bisa dipacu tumbuh diatas 6% maka penerimaan pajak akan naik secara signifikan.”
Ketiga mempercepat ekstensifikasi cukai.
Kata Bhima, tahun depan setidaknya ada 3 barang kena cukai baru yang bisa dieksekusi.
Keempat merubah PPN menjadi GST (goods and services tax).
“Ini contohnya keberhasilan di India dalam mendongkrak penerimaan. Sistem GST lebih simpel, transparan dan mudah dalam pengawasannya. Jadi loophole dalam sistem PPN bisa diperkecil,” pungkasnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Deputy Managing Director IMF Mitsuhiro Furusawa menilai target rasio pajak Indonesia terlalu ambisius.
Pada 2019 nanti, pemerintah menargetkan rasio pajak mencapai 16 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
“Tetapi IMF mendukung upaya Indonesia itu,”ujarnya.
Sedangkan rasio pajak Indonesia baru mencapai 10,3% artinya untuk mencapai target 16 %, rasio pajak butuh tumbuh 5,7 % dalam tempo 2 tahun.
IMF menilai pertumbuhan rasio pajak sebesar 5 % selama dua tahun sangat tidak mungkin terjadi. Hal itu berkaca dari berbagai pengalaman sejumlah negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui target rasio pajak 16 % bukan perkara mudah. Namun pemerintah akan berupaya semaksimal mungkin mencapai target itu.
“Kami akan mencoba untuk tingkat aspirasi yang tinggi supaya seluruh jajaran pajak juga memahami bahwa kita masih jauh dari yang kami inginkan,” pungkasnya.
Kendati, Kepala BKF Suahasil Nazara mengatakan dengan adanya target tersebut maka Pemerintah bisa menghitung target pertumbuhan pajak.
“Pajak atau perpajakan, perpajakan itu artinya pajak plus bea cukai, pajak sendiri itu dibagi lagi keseluruhan atau tanpa migas. tetapi kalau misal ada target tax ratio sekian persen ditahun berapa itu bisa kita hitung, berarti harus tumbuh berapa persen,” tukasnya.