Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Riset BKF: Perkembangan Perekonomian Negara Maju, Berkembang & Harga Komoditas

Berikut ini update perekonomian global dan nasional serta perkembangan pasar komoditas untuk periode pekan III Juni 2017 yang dirilis Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI.
Ilustrasi koneksi global/Istimewa
Ilustrasi koneksi global/Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA - Berikut ini update perekonomian global dan nasional serta perkembangan pasar komoditas untuk periode pekan III Juni 2017 yang dirilis Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI.

Perekonomian negara maju
Bank sentral AS, the Fed kembali menaikkan suku bunga acuannya sebesar 25 bps menjadi 1 – 1,25 persen di tengah laju inflasi yang justru mengalami penurunan. The Fed juga mengumumkan penurunan perkiraan tingkat pengangguran dari 4,5 persen menjadi 4,3 persen, sementara tingkat inflasi direvisi turun dari 1,9 persen menjadi 1,6 persen.

Rilis data terkini menunjukkan tingkat inflasi inti pada bulan Mei turun dari 1,9 persen menjadi 1,7 persen. Namun, penurunan tersebut diperkirakan hanya bersifat sementara seiring meningkatnya belanja rumah tangga dan investasi bisnis di AS. Melihat perkembangan saat ini, The Fed meyakini pertumbuhan ekonomi AS pad tahun ini dapat mencapai 2,2 persen, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang sebesar 2,1 persen.

The Fed juga berencana mengurangi neraca keuangan senilai USD4,5 triliun pada tahun ini dan mengumumkan rencana pemangkasan kepemilikan obligasi dan sekuritas lainnya.

Laju inflasi kawasan Eropa melambat di bulan Mei terutama disebabkan oleh penurunan harga sektor energi. Inflasi inti juga melambat dibandingkan bulan April 2017, sejalan dengan perkiraan sebelumnya.

Data lainnya menunjukkan surplus neraca perdagangan kawasan Eropa mengalami penurunan di bulan April didorong oleh penurunan ekspor yang lebih besar dibanding penurunan impor.

Rilis data inflasi UK menunjukkan inflasi pada bulan Mei tercatat mengalami kenaikan sekaligus merupakan yang tertinggi sejak Juni 2013. Kenaikan ini didorong oleh kenaikan biaya paket perjalanan ke luar negeri dan kenaikan biaya impor akibat pelemahan nilai tukar Poundsterling.

Di sisi lain, Bank of England (BoE) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya pada level 0,25 persen dan program quantitative easing (QE) senilai GBP 445 miliar. Namun,
tinginya laju inflasi dan ketidakpastian politik di UK diperkirakan akan mendorong BoE untuk menaikkan suku bunga acuannya pada pertemuan di bulan Agustus mendatang.

Bank of Japan (BoJ) mempertahanan suku bunga acuannya pada level -0,1 persen dan melanjutkan program pembelian aset dengan target JPY 8 triliun. Dalam kesempatan yang sama, BoJ juga menyatakan bahwa konsumsi rumah tangga mengalami kenaikan dengan ditopang oleh perbaikan pada sektor ketenagakerjaan dan tingkat upah yang terus berlanjut.

Perekonomian negara berkembang
Produksi sektor industri dan penjualan ritel di Tiongkok tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan perkiraan pada bulan Mei 2017. Di sisi lain, investasi aset tetap mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh penurunan investasi pada sektor properti dan konstruksi yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir.

Penjualan ritel di Brazil secara mengejutkan mencatatkan pertumbuhan di bulan April setelah dalam dua bulan terakhir mengalami penurunan. Pertumbuhan ini sejalan dengan pemulihan belanja konsumen yang ditopang oleh laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah.

Inflasi India pada bulan Mei mengalami penurunan didorong penurunan harga bahan pangan di negara tersebut. Rendahnya laju inflasi tersebut memberikan peluang bagi bank sentral India untuk memangkas suku bunga acuannya pada pembahasan kebijakan moneter di bulan Agustus nanti.

Dari sektor perdagangan, defisit neraca perdagangan India mencapai level tertingginya dalam 2,5 tahun terakhir. Tingginya defisit tersebut disebabkan oleh peningkatan impor logam mulia dan minyak mentah.

Perekonomian nasional
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate di level 4,75 persen dengan suku bunga Deposit Facility dan Lending Facility masing-masing tetap sebesar 4,00 persen dan 5,50 persen dengan tetap mewaspadai sejumlah risiko.

Dari sisi global, kenaikan lanjutan Fed Fund Rate (FFR) dan rencana penurunan besaran neraca bank sentral AS, hasil Pemilu di Inggris, serta potensi menurunnya harga komoditas khususnya minyak dunia merupakan risiko yang tetap perlu diwaspadai.

Dari sisi domestik, beberapa risiko yang tetap perlu dicermati adalah dampak penyesuaian administered prices terhadap inflasi serta masih berlanjutnya konsolidasi korporasi dan perbankan.

Surplus neraca perdagangan Indonesia terus berlanjut di bulan Mei 2017 didukung oleh surplus neraca perdagangan nonmigas. Surplus neraca perdagangan Mei 2017 tercatat sebesar USD 0,47 miliar, lebih rendah dibandingkan surplus April 2017 yang sebesar USD 1,33 miliar.

Surplus yang lebih rendah tersebut dipengaruhi oleh penurunan surplus neraca perdagangan nonmigas yang lebih besar dibandingkan penurunan defisit pada neraca migas. Secara kumulatif pada bulan Januari s.d. Mei 2017, surplus neraca perdagangan tercatat sebesar USD 5,90 miliar, lebih tinggi dibandingkan akumulasi pada periode yang sama tahun 2016
yang sebesar USD3,02 miliar.

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada April 2017 tercatat sebesar USD328,2 miliar atau tumbuh 2,4 persen yoy, lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan Maret 2017 yang mencapai 2,9 persen yoy.

Berdasarkan kelompok peminjam, perlambatan pertumbuhan ULN pada April 2017 disebabkan oleh ULN sektor publik yang melambat dan ULN sektor swasta yang terus menurun. Berdasarkan jangka waktu, perlambatan ULN terjadi baik pada ULN berjangka panjang maupun berjangka pendek.

Perkembangan komoditas global
Harga minyak mentah global sepanjang pekan ini mengalami pelemahan mingguan yang cukup tajam disebabkan oleh volume pasokan minyak di AS yang berlimpah serta program pemangkasan minyak OPEC yang tidak mampu memberikan keyakinan pada pasar bahwa program tersebut dapat memberi pengaruh positif terhadap harga minyak mentah global.

Di tengah tekanan yang dialami minyak mentah, harga batubara masih melanjutkan penguatan dipengaruhi oleh musim panas yang diperkirakan akan membuat permintaan batubara terutama di Amerika Serikat akan melonjak dalam beberapa waktu ke depan.

Harga emas mengalami tekanan dan dalam jangka pendek diprediksi masih akan terbebani langkah pengetatan kebijakan moneter the Fed. Harga nikel tercatat mengalami penurunan akibat permintaan nikel untuk bahan baku baja di China mengalami penurunan. Dari komoditas perkebunan, harga CPO mengalami pelemahan tertekan oleh sentimen negatif pelemahan harga minyak mentah.

Perkembangan sektor keuangan Indeks global pada perdagangan akhir pekan ditutup beragam merespon rilis data dan laporan ekonomi dan keuangan di berbagai kawasan serta keputusan the Fed yang menikkan tingkat suku bunga acuannnya sebesar 25 bps dan diikuti kebijakan pengetatan moneter. Di tengah kondisi yang dialami pasar modal global, posisi penutupan mingguan nilai tukar global terhadap Dolar AS bervariasi.

Dari pasar keuangan domestik, IHSG mencatatkan penguatan mingguan sebesar 0,85 persen dan ditutup pada level 5723,64. Di tengah penguatan, investor nonresiden membukukan aksi beli sebesar Rp172 miliar dan secara ytd investor nonresiden mencatatkan net buy sebesar Rp19,73 triliun.

Di tengah penguatan IHSG, nilai tukar Rupiah mencatatkan pelemahan mingguan dan ditutup pada level Rp 13.299 per dolar AS. Pelemahan tersebut sejalan dengan pelemahan mata uang global dan kawasan kecuali Euro, Poundsterling, Real, Rubel, dollar singapura dan Baht. Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah relatif terjaga di level yang rendah.Hal ini tercermin dari perkembangan spread harian antara nilai spot dan non deliverable forward 1 bulan selama sepekan.

Dari pasar SBN, pergerakan yield SUN seri benchmark mengalami penurunan 2 s.d. 9 bps dalam sepekan. Berdasarkan data setelmen Bank Indonesia per tanggal 15 Juni 2017, kepemilikan nonresiden atas SBN tercatat sebesar Rp763,86 T (39,31%), atau secara nominal naik sebesar Rp2,79 triliun dibandingkan dengan pekan sebelumnya (8/6) yang mencapai Rp761,07 T (39,18%). Secara year to date kepemilikan nonresiden naik Rp98,06 triliun dan naik Rp7,71 triliun secara month to date.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Fajar Sidik
Editor : Fajar Sidik
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper