Bisnis.com, JAKARTA – Harga rumah di China mengalami pertumbuhan di lebih sedikit kota pada bulan lalu, akibat langkah pendinginan yang diberlakukan oleh pihak otoritas lokal dengan mengintensifkan pembatasan pembelian rumah demi menghindari gelembung perumahan (housing bubble).
Berdasarkan laporan Biro Statistik Nasional China (National Bureau of Statistics/NBS), seperti dikutip Bloomberg, Senin (19/6/2017), harga rumah baru – selain rumah bersubsidi pemerintah – pada Mei 2017 mengalami kenaikan di 56 dari 70 kota yang terdaftar oleh pemerintah.
Angka tersebut lebih rendah dari kenaikan harga di 58 kota pada April. Adapun, 9 kota mencatatkan penurunan harga dan lima kota lainnya tidak mengalami perubahan.
Di Beijing, kondisi pembatasan properti paling ketat di negara itu menyebabkan harga rumah baru tidak mengalami perubahan dari bulan sebelumnya. Sementara itu, harga rumah yang ada turun 0,9%, penurunan pertama sejak Februari 2015.
Di Shenzhen, pasar terpanas di negara itu awal tahun lalu, harga rumah baru turun 0,6% dari bulan April, penurunan tertajam dalam tiga bulan. Di Shanghai, di mana banyak orang telah mengeluhkan langkah pembatasan rumah, harga rumah baru tidak berubah.
Para analis Bloomberg Intelligence, di antaranya Patrick Wong dan Kristy Hung, mengatakan pasar perumahan mungkin melemah pada paruh kedua tahun ini akibat pembatasan pemerintah dan kenaikan suku bunga KPR.
Biaya pinjaman rata-rata untuk pembeli tempat tinggal pertama melonjak 0,21 poin persentase menjadi 4,73% pada Mei dari April.
Menurut perhitungan Bloomberg berdasarkan rilis NBS, permintaan rumah di kota-kota kecil, di mana pemerintah daerah mencoba untuk membersihkan penumpukan stok perumahan, sejauh ini membantu mendukung pasar. Penjualan rumah baru naik 13% menjadi 871 miliar yuan (US$128 miliar) di bulan Mei dari tahun sebelumnya, melebihi kenaikan 8% pada bulan April.