Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Soal Daging, Kebijakan Pemerintah Memberatkan Produsen

Pemerintah dinilai terlalu fokus pada kepentingan konsumen untuk menyediakan daging murah. Sebaliknya, kebijakan ini justru mengabaikan keberlanjutan usaha peternakan lokal, sehingga terancam bangkrut.
Penjual daging sapi menunggu pembeli sambil menelepon, di Surabaya./JIBI-Wahyu Darmawan
Penjual daging sapi menunggu pembeli sambil menelepon, di Surabaya./JIBI-Wahyu Darmawan

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah dinilai terlalu fokus pada kepentingan konsumen untuk menyediakan daging murah. Sebaliknya, kebijakan ini justru mengabaikan keberlanjutan usaha peternakan lokal, sehingga terancam bangkrut.

Ketua Bidang Ekspor/Impor DPP Asosiasi Pedagang Daging Indonesia Asnawi menyampaikan, sejumlah kebijakan daging berakibat fatal terhadap industri.

Dia mencontohkan kebijakan pemerintah melakukan importasi daging kerbau beku asal India, berhasil memberikan alternatif daging murah kepada konsumen. Namun sebaliknya, usaha peternakan lokal dan feedloter justru mengalami penurunan.

Selain itu, data Kementerian Perdagangan menunjukkan realisasi impor daging sapi untuk Surat Persetujuan Impor Januari-April tahun ini per 7 April, baru tercapai 2,6% atau 2.091 ton dari SPI 79.315. Importasi daging sapi ini baru dilakukan oleh empat perusahaan, dari 24 perusahaan yang mendapatkan SPI.

Sementara di sisi lain, importasi daging kerbau beku yang diharapkan maksimal Rp80.000 per kg ini, nyatanya urung tercapai. Hal ini karena infrastruktur rantai pendingin yang belum memadai dan merata di pasar tradisional.

"Harga daging memang cenderung stabil, tetapi tetap tinggi," tuturnya dalam diskusi Efektifitas dan Aspek Legal Intervensi Harga Daging (Sapi) yang diselenggarakan Pusat Kajian Pangan dan Advokasi di Jakarta, Selasa (13/6).

Kondisi ini diperparah dengan kewajiban feedloter untuk masuk pada usaha breeding. Melalui Permentan No.2 Tahun 2017, feedloter wajib melakukan pemasukan sapi indukan dalam setiap importasi sapi bakalan dengan rasio 1:5.

Sementara, usaha breeding berbanding lurus dengan investasi yang mengendap karena produktifitas betina setelah mencapai tiga tahun, tetapi sejalan dengan itu suku bunga tetap harus dibayar. Ini berakibat usaha penggemukan lesu.

"Dampaknya merambat ke aktivitas RPH (Rumah Pemotongan Hewan) juga lesu hingga 45%," imbuhnya.

Senada, feedloter yang juga Sekjen DPP Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Didiek Purwanto menyampaikan, usaha penggemukan yang lesu akan berimbas ke sejumlah sektor yang lain, seperti pakan ternak, transportasi, dan tenaga kerja.

Menurutnya, untuk mencapai swasembada daging, pemerintah seharusnya fokus pada peningkatan produksi. Namun sebaliknya, pemerintah justru melakukan importasi, tanpa menggenjot produksi lokal.

"Usaha penggemukan lesu, sementara produksi sapi lokal masih kurang. Artinya, negara jutru masih akan bergantung importasi dari India," imbuhnya dalam kesempatan yang sama.

Didiek meminta pemerintah perlu melakukan evaluasi data dalam setiap pengambilan kebijakan. "Jika mau jujur dengan data, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan produksi," imbuhnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper