Bisnis.com, JAKARTA – Mata uang yen Jepang melemah hingga level terendah sejak 1990 pada Senin (29/4/2024), sekaligus menembus level psikologis 160 per dolar AS.
Melansir Bloomberg, nilai tukar yen terpantau melemah 1,2% ke level 160,17 per dolar AS. Penurunan ini merupakan tanda bahwa para investor cenderung bersikap bearish menjelang pertemuan Federal Reserve pekan ini.
Pelemahan yen terjadi di tengah likuiditas yang tipis karena hari libur nasional Jepang.
Kepala ekonom Mizuho Bank Ltd. Vishnu Varathan mengatakan pasar tampaknya mencoba untuk mendorong yen 160 dolar AS tanpa adanya intervensi resmi.
"Ini menunjukkan spekulasi ekstrim di pasar spot dan pasar opsi dan bagaimana para investor sangat sensitif terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan yen dan risiko intervensi,” ungkap Varathan.
Bank sentral AS dijadwalkan untuk mengadakan pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada 30 April – 1 Mei 2024. Pasar menantikan sinyal perlunya mempertahankan suku bunga di tengah inflasi yang tinggi dan diperkirakan akan menguatkan dolar AS dan melemahkan daya tarik aset-aset yen.
Baca Juga
Analis senior Malayan Banking Bhd Fiona Lim mengatakan bahwa yen diperkirakan semakin melemah jika tidak ada intervensi dari Bank of Japan, terutama The Fed cenderung memberi sinyal untuk menahan suku bunga lagi.
"Momentum sudah pasti ada untuk dolar-yen untuk bergerak secara pasti di atas 160 dan pasar sedang menguji toleransi Jepang terhadap penurunan yen yang tajam," ungkap Lim seperti dikutip Bloomberg.
Pekan lalu, BOJ mengindikasikan bahwa kondisi keuangan akan tetap mudah, meskipun mereka telah berulang kali memperingatkan bahwa depresiasi tidak akan ditoleransi jika terjadi terlalu cepat.
Awal bulan ini, menteri keuangan Jepang juga menyampaikan kekhawatiran atas penurunan yen kepada Menteri Keuangan AS Janet Yellen, yang dilihat oleh para pelaku pasar sebagai dasar untuk melakukan intervensi.
Salah satu alasan keengganan Jepang untuk mengambil tindakan mungkin karena intervensi saja tidak dapat mengubah kesenjangan besar dalam suku bunga yang turut mendorong penurunan yen.
Meskipun BOJ telah menaikkan suku bunga acuan menjadi ke level positif, namun angka tersebut masih jauh dari tingkat yang dapat menggoda investor untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih tinggi yang ditawarkan di AS dan negara-negara lain.
Kemudian, Ahli strategi di Goldman Sachs Group Inc. mengatakan latar belakang makroekonomi global menunjukkan pelemahan yen lebih lanjut dan mungkin menyulitkan keberhasilan intervensi. Namun, risiko intervensi akan meningkat secara signifikan jika yen terus berkinerja buruk pada aset lain.
Namun, Kepala penelitian valuta asing global Deutsche Bank AG, George Saravelos berpendapat bahwa pelemahan yen belum tentu berdampak buruk bagi Jepang. Penurunan nilai mata uang tidak menyebabkan masalah inflasi dan mendorong naiknya nilai aset luar negeri yang dimiliki investor Jepang.
Selama konferensi pers setelah keputusan kebijakan BOJ pada Jumat (26/4), Gubernur Kazuo Ueda mengecilkan dampak melemahnya yen terhadap inflasi, dengan mengatakan bahwa nilai tukar terus memberikan manfaat bagi perekonomian dengan meningkatkan permintaan.
“Kemungkinan intervensi tidak dapat dikesampingkan jika pasar berubah menjadi tidak teratur, namun perlu dicatat bahwa Gubernur Ueda mengecilkan pentingnya yen dalam konferensi persnya hari ini serta memberi sinyal tidak ada urgensi untuk menaikkan suku bunga,” jelas Saravelos.