Bisnis.com, NEW YORK—Masih belum jelasnya ukuran stimulus fiskal yang akan diambil oleh Amerika Serikat (AS) dan pertumbuhan utang domestik yang pesat di China, diperkirakan akan membayangi prospek ekonomi Asia.
Hal tersebut diungkapkan oleh Deputi Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Mitsuhiro Furusawa. Dia memperkirakan, meskipun ekonomi kawasan Asia akan menjadi yang terkuat tahun ini di dunia, tetapi setimen eksternal diprediksi masih akan terus mengancam.
“Asia Terus menjadi pemimpin dalam pertumbuhan ekonomi dunia, kaena didukung oleh permintaan dar luar yang sangat kuat dan kebijakan fiskal maupun moneter yang akomodatif,” katanya, seperti dikutip dari Reuters, Senin (5/6/2017).
Khusus dari China, dia menyoroti ketergantungan Negeri Panda pada penyaluran kredit domestiknya. Di khawatir, di tengah proses reorientasi ekonomi dari industri ekspor menjadi jasa dan konsumsi, potensi terjadinya gelembung (buble) kredit terus terbuka lebar. Alhasil, laju pemulihan ekonomi yang sedang diupayakan Beijing akan terganggu atau terhenti.
Sementara itu terkait sentimen dari AS, selain dari rencana stimulus fiskal Presiden Donald Trumpyang belum jelas, kenaikan bertahap suku bunga Bank Sentral AS (TheFed) diprediksi akan membebani ekonomi negara berkembang di Asia.
Furusawa mencatat kenaikan suku bunga yang lebih cepat dari perkiraan oleh Federal Reserve A.S. dapat membuat nilai tukar dolar AS terlalu kuat terhadap mata uang Asia lainnya. Akibatnya beban utang negara-negara berkembang Asia dalam bentuk dolar AS akan melambung tinggi.
Secara terpisah, selain memperingatkan potensi tekanan dari AS dan China, Furusawa juga meminta para pembuat kebijakan Asia untuk menyesuaikan kebijakan fiskal mereka untuk memperlambat pertumbuhan penduduk dan penuaan dini di negaranya masing-masing.
Pasalnya, IMF meprediksi pertumbuhan populasi warga Asia diproyeksikan akan turun menjadi nol pada 2050. Adapun rasio penduduk berusia di atas 60 tahun terhadap populasi usia kerja akan melonjak 2,5 kali lipat dari tingkat saaat ini.
Guna mengantisipasi hal tersebut, pemerintah di negara-negara Asia diharapkan melakukan reformasi struktural pada sistem jaminan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat serta sistem pensiun.
“Pemerintah juga dapat memberikan insentif pajak untuk meningkatkan partisipasi angkatan kerja, dan menyusun rencana fiskal jangka menengah yang kredibel,” lanjutnya.