Bisnis.com, JAKARTA -- Dalam upaya menegakkan prinsip transparansi pada sektor migas dan minerba, Pemerintah Indonesia meluncurkan laporan tahunan Inisiatif Transparansi dalam Industri Ekstraktif atau EITI.
Peluncuran laporan keempat (tahun pelaporan 2014) atas penerimaan negara dari kedua sektor penopang ekonomi nasional ini dilakukan di Ruang Graha Sawala, Kompleks Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lapangan Banteng, Jakarta.
“Dengan penerbitan Laporan EITI, diharapkan dapat mendukung transparansi penerimaan negara yang dibayarkan oleh perusahaan sehingga mencegah terjadinya ketidaksinkronan pajak. Selain itu, laporan ini juga mendorong diskusi tentang perbaikan kebijakan dan meningkatkan kepercayaan para pemangku kepentingan,” kata Sekretaris Menko Lukita D. Tuwo yang membuka peluncuran laporan ini, sebagaimana keterangan resmi yang diterima Rabu (24/5/2017).
Pelaporan ini sejalan dengan cita-cita pasal 33 UUD 1945 ayat dua yang menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Dengan transparansi berstandar internasional, EITI membantu mewujudkan cita-cita tersebut.
Indonesia, yang telah menerbitkan empat laporan sejauh ini (2009-2014), adalah negara dengan status compliance (patuh) sejak tahun 2014, dan menjadi negara Asia Tenggara pertama yang memperoleh status tersebut.
Baca Juga
Standar internasional EITI telah diterapkan di 51 negara yang kaya akan sumber daya migas dan minerba di seluruh dunia.
Laporan tahunan EITI berisi informasi rekonsiliasi dan kontekstual atas pembayaran perusahaan dan penerimaan negara dari kedua sektor migas dan minerba.
Satu terobosan baru dari laporan kali ini adalah komitmen Indonesia untuk mengungkapkan identitas kepemilikan/pengendali sesungguhnya dari perusahaan, atau beneficial ownership (BO).
Pemerintah Indonesia telah menjabarkan peta jalan berisi langkah-langkah apa yang akan diambil Pemerintah mulai tahun 2017 ini hingga tenggat 2020 nanti.
Identitas yang harus dipublikasi adalah nama, domisili, dan kewarganegaraan orang atau sekelompok orang yang mengontrol perusahaan-perusahaan ekstraktif.
Pembukaan informasi BO ini menarik perhatian masyarakat setelah terungkapnya nama 1.038 wajib pajak asal Indonesia dalam kasus Panama Papers.
“Kami berharap transparansi Beneficial Ownership ini dapat dilakukan sehingga dapat mencegah hilangnya potensi pendapatan negara, praktik pencucian uang, dan monopoli terselubung,” kata Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, Kemenko Bidang Perekonomian Monty Girianna.
Dalam upaya pencegahan hilangnya pendapatan negara, EITI Indonesia turut berperan dalam pelaksanaan Instruksi Presiden No.10 Tahun 2016 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK).
Data dari laporan EITI dapat digunakan untuk perbaikan tata kelola pajak dan penerimaan negara. Pelaksanaan aksi PPK dipantau oleh Kantor Staf Presiden (KSP) yang dengan kewenangan khususnya dapat mengevaluasi capaian Kementerian/Lembaga pelaksana Aksi PPK.
Tim Transparansi juga meluncurkan portal data industri ekstraktif untuk mempermudah akses dan pemahaman publik terhadap laporan EITI.
Portal data ini berisi informasi kontekstual, penerimaan negara, serta alur kerja industri ekstraktif dalam kontribusinya kepada negara.
“Portal data ini berdasarkan provinsi, perusahaan, tahun penerimaan negara dan data ekonomi mikro dan makro sekaligus melakukan analisis data untuk berbagai kepentingan,” kata Asisten Deputi Industri Ekstraktif, Ahmad Bastian Halim.