Bisnis.com, JAKARTA - Temuan tumpukan bawang putih di pergudangan Marunda, Jakarta Utara menunjukkan bahwa spekulan setiap jelang puasa Ramadan dan Idulfitri bukan isapan jempol belaka.
Harga bawang putih yang biasanya Rp25.000 per kg melonjak. Bahkan di sejumlah wilayah dua pekan jelang ramadhan dilaporkan hampir menyentuh Rp100.000.
Kepolisian mengendus kejanggalan yang nyata. Dua perusahaan penyewa gudang yakni PT LBU dan PT NBM baru mengantongi izin, dengan kuota 52 ton. Anehnya dalam gudang itu Polisi menemukan 182 ton. Izin yang dikeluarkan pemerintah bahkan belum digunakan.
Lalu bagaimana kepolisian bersama instansi terkait di dalam Satuan Tugas Pangan membongkar kasus itu. Berikut perbincangan Bisnis.com dengan Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Agung Setya:
Bagaimana awal mula polisi menemukan para spekulan penimbun bahan pokok ini?
Kami mulai dari menemukan masalahnya. Kenapa harga pangan bergejolak. Untuk itu kami bertemu banyak orang, baca berita, kelapangan.
Siapa sebenarnya penjahatnya dalam gejolak harga pangan. Karena semuanya tidak ada yang main sendiri. Saling terkait antara satu rantai dengan yang lain. Ini dinamika yang dikelola. Lalu kami tentukan hipotesa siapa yang paling diuntungkan.
Dalam situasi seperti ini [kenanikan permintaan jelang Ramadan] cara kerja kartel adalah menunggu kepanikan.
Dia mensupport kepanikan itu dengan isu dan desas desus. Mereka juga kurangi stock ke pasar. Contoh biasanya 20 ton menjadi 10 ton. Akibatnya harga akan melambung, lalu mereka siapkan langkah darurat.
Para kartel ini bertindak [seolah orang] paling baik. Dia menjadi superheronya dengan menggelar pasar murah. Kami juga berdiskusi panjang lebar dengan Kabareskrim agar [tindakan aparat kepolisian] menghasilkan manfaat untuk masyarakat.
Apakah sudah ada tersangkanya?
Sedang proses penyidikan sebagai terperiksa secara maraton. Segera ditetapkan tersangkanya.
Apakah ini manfaat Satgas Pangan dalam memasok informasi?
Betul. Seharusnya kita lakukan seperti ini [Satgas Pangan] 10-20 tahun lalu. Kerja sama antarberbagai instansi ini menjawab ilmu ekonomi klasik tentang supply and demand.
Laporan Kementerian menyebutkan stok berlebih, demand sedikit, tapi anehnya harga naik terus. Ini tidak terjawab selama ini.
Dengan satgas ini terjawab satu persatu. Ternyata ada penyimpangan. Mereka [kartel] gunakan modus mengambil hak orang lain secara melawan hukum dengan mengolah harga, namun [para kartel ini] tidak merasa mencuri. Kita tidak boleh membiarkan seperti itu terus berulang.
Ini hanya efektif di Jakarta?
Kami juga lihat spot lainnya Medan, Palembang, Makassar, dan lainnya. Saya pantau setiap hari. Polda dan Polres juga bergerak efektif dengan instansi terkait lainnya. Kita petakan masalahnya setiap hari untuk kemudian diambilkan langkah persuasif.
Maksudnya tidak setiap gejolak harga pangan karena kartel?
Saya minta anggota hati-hati melihat. Contoh beberapa waktu lalu di Jakarta harga daging sempat menghangat [bergerak naik]. Kita cek ke lapangan. Ternyata permasalahannya tidak ada yang jaga di gudang pendinginan karena hari libur. Lalu kami perintahkan kepada pemilik barang untuk membuka gudangnya, sehingga pasokan kembali stabil.
Di Jawa Tengah harga gula sempat Rp13.000 padahal harga eceran tertinggi pemerintah Rp12.500. Lalu kita cek ke gudang Bulog. Ternyata ada kendala di distribusi [sehingga dapat langsung diatasi].
Kita juga sempat memantau jagung pakan yang naik drastis. Tim yang ke lapangan menemukan ternyata ada kendala dalam proses pengeluaran barang. Stok di Bulog mencukupi, tetapi dalam proses pengeluaran dari gudang harus ada rekomendasi dari instansi terkait dan asosiasi. Lalu kita diskusikan bagaimana masalah nonteknis ini tidak terulang.
Ada pesan khusus bagi para pedagang?
Berdagang harus ada moralnya. Ambil yang sepantasnya. Saya mengetuk teman dengan moralitas yang baik. Sikap saya jelas. Akibatnya juga jelas [akan diproses secara hukum jika terbukti pidana]. Saya bekerja dengan cara-cara baru.