Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta melibatkan pelaku usaha dalam menyusun program ketahanan pangan nasional. Dalam penyediaan data pertanian misalnya, BPS diminta aktif melibatkan pelaku usaha untuk menghindari persepsi data yang berbeda.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Bidang Industri Pangan Strategis Juan Permata Adoe menyampaikan persepsi data yang berbeda berakibat pada kebijakan pemerintah seringkali berbenturan dengan pelaku usaha. Investor pun ragu-ragu untuk mengambil langkah bisnisnya.
Dia menilai tidak pernah ada koordinasi yang jelas menyangkut persoalan pangan, seperti yang dilakukan pemerintah saat ini. Sehingga, investor hanya menjadi objek kebijakan.
"Kami berharap BPS bisa lebih aktif melibatkan pelaku usaha, karena persepsi data yang berbeda membuat investor ragu, khususnya di sektor pertanian," tuturnya dalam Roundtable Ketahanan Pangan Nasional yang diselenggarakan Kadin di Jakarta, pada Selasa (9/5).
Hadir dalam diskusi tersebut perwakilan Kadin dari sejumlah daerah, perwakilan Perum Bulog, Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, dan Balitbang Kementerian Pertanian.
Penting pula bagi Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian melibatkan pelaku usaha untuk memetakan wilayah yang cocok sebagai sentra pertanian.
Pelaku usaha, kata Juan, dapat memberi masukan seputar nilai tambah yang dapat diperoleh dari usaha pertanian di lahan tersebut. Ini untuk mengantisipasi semakin masifnya sektor properti melahap lahan-lahan pertanian. "Jagung dihadapkan dengan apartemen, pasti akan kalah."
Pelaku usaha juga mendorong Badan Ketahanan Pangan dapat lebih berperan dalam kebijakan politik pangan. Pengembangan pangan juga tidak saja fokus pada padi, jagung, dan kedelai (pajale), tetapi juga industri pengolahan pangan.
Pemerintah perlu menyiapkan rencana jangka panjang untuk ketahanan pangan nasional. Kebijakan di daerah juga harus sinkron dengan pemerintah pusat. Juan mencontohkan Pemprov Jawa Timur yang melarang daging impor masuk ke wilayahnya.
"Sektor pangan menjadi strategis jika mengerti cara mengelola dan menciptakan suasana untuk menarik investor," katanya.
Wakil Ketua Komite Tetap Pengembangan Industri Pangan Kadin, sekaligus ketua Perhimpunan Usaha Masyarakat Pertanian Indonesia Herman Rachman menyampaikan jika data statistik soal surplus jagung yang disampaikan pemerintah itu benar, maka seharusnya harga jagung tidak mahal seperti sekarang ini.
Harga jagung yang mahal memang dikeluhkan para peternak unggas rakyat. Ketua Pinsar Petelur Lampung sekaligus ketua tim advokasi Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia Jenny Soelistiani sebelumnya menyebut harga jagung sudah begitu tinggi sampai di tingkat peternak, hingga Rp4.700 per kg. "Harganya mahal, barangnya pun tidak ada," katanya.