Bisnis.com, JAKARTA— Pemerintah terus memperbaiki kemudahan berbisnis sebagai upaya untuk meningkatkan investasi di Indonesia. Salah satu upaya tersebut adalah dengan memberikan ‘simple claim’.
Kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal Thomas Triasih Lembong mengatakan ‘simple claim’ tersebut adalah upaya yang diberikan oleh Mahkamah Agung bagi para pelaku usaha yang memiliki sengketa hukum agar tidak rumit saat menuntaskan masalahnya.
“Jadi mereka [Mahkamah Agung] membuat simple claim bagi para pelaku usaha, jadi kalau sengketa ini sederhana, itu bisa diselesaikan melalui prosedur yang sangat cepat. Saya kira itu terobosan yang sangat dahsyat,” tuturnya.
Tak hanya itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara juga mengatakan pemerintah akan memberi kepastian hukum bagi para pelaku usaha.
“Iya tadi sama teman-teman Mahkamah Agung, ya pokoknya semua elemen ease of doing business, membayar pajak, pengadilan, detil-detilnya itu ada di teman-teman kumham dan Mahkamah Agung,” ujar Suahasil Nazara, Senin (8/5).
Lebih lanjut, Thomas Lembaong mengatakan bahwa rakor terkait EoDB (Ease of Doing Business) juga membahas mengenai kesiapan kunjungan tim World Bank.
“Kan tim World Bank kan sebentar lagi udah mau datang untuk survei dan mempelajari reformasi-reformasi untuk perbaikan peringkat kita di EODB. Rakor hanya untuk program sosialisasi dengan anggota World Bank yang akan datang,” ujar Thomas.
Sebelumnya, sejak Desember 2016 pemerintah telah mengambil langkah-langkah konkret terutama dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terkait Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Untuk tahun ini, pemerintah akan lebih memusatkan perhatian pada bidang-bidang yang memiliki ranking di atas 100, di samping akan terus memperbaiki bidang-bidang yang sudah sedikit membaik.
Dari 10 (sepuluh) indikator pemeringkatan EoDB, ada 6 (enam) kelompok bidang yang posisinya masih di atas 100. Pertama, starting a business (151), dealing with construction permits (116), registering property (118), paying taxes (104), Trading Across Borders (108), dan Enforcing Contracts (166).
Adapun, Indonesia sempat berada pada peringkat 109 yang kemudian dikoreksi Bank Dunia menjadi 106 pada 2016, lalu naik ke peringkat 91 pada 2017.