Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah perlu memiliki langkah jitu agar pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa tembus di angka 5,2% – 5,3%.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance alias INDEF, Bhima Yudhistira Adhinegara, menyatakan banyak hal yang harus diperhatikan untuk mewujudkan target tersebut mulai dari peningkatan investasi hingga laju inflasi yang perlu diperhatikan. “Jadi harus didorong investasinya, inflasinya harus benar-benar dipikirkan," tuturnya di Jakarta, Jumat (5/5/2017).
Dia menambahkan segala kenaikan seperti tarif listrik BBM itu harus dipikirkan kembali karena dampaknya pada Juni ini adalah puncaknya inflasi. Ini adalah inflasi musiman Lebaran, tahun ajaran baru juga akan dimulai nantinya, plus inflasi kalau lebaran biasanya inflasi pangan dan transportasi kemudian tarif listrik 900VA, dan BBM bersubsidi ini mungkin awal semester kedua akan kembali disesuaikan. "Sebab harga minyak dunia sudah diatas dari asumsi APBN 2017,” tuturnya.
Tak hanya itu, sejumlah aspek yang juga harus diperhatikan yaitu sektor lapangan kerja. Akhir-akhir ini pertumbuhan industri pengolahan yang menjadi unggulan malah merosot lebih rendah dari pada perekonomian nasional.
Hal ini dipengaruhi oleh nilai ekspor dan impor dimana impor Indonesia melemah mengingat adanya kenaikan harga bahan baku dan bahan baku penolong sehingga mengalami penurunan.
“Adapun ekspor kita sebenarnya ada pertumbuhan tapi tidak cukup significant makanya kita sebut surplus yang semu dalam arti sebenarnya tidak ada perbaikan yang significant, impor yang lebih dalam jatuhnya [penurunan] sehingga terkesan kita mengalami surplus,” ujar Bhima.
Sementara itu, Badan Pusat Statistik merilis pertumbuhan ekonomi kuartal I/2017 mencapai 5,01%. Meski tumbuh sedikit di bawah ekspektasi pada kuartal 1/2017, pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa di kisaran 5,2% - 5,3%.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan capaian tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
“Naik walau nggak besar, sehingga kami bisa mengarahkan tahun ini. Kalau tahun lalu 5,02%, tahun ini kita perkirakan 5,2% - 5,3%,” kata Darmin, Jumat (5/5/2017).
Darmin mengatakan, saat ini pemerintah tengah memacu ekspor, impor, investasi, hingga konsumsi rumah tangga. “Penerimaan negara mungkin, sehingga pengeluarannya itu bisa ikut menjadi pendorong itu masih perlu,” ungkapnya.
Perlu diketahui, capaian pertumbuhan ekonomi di kuartal I/2017 ini sedikit meleset dari ekspektasi pemerintah yang mematok di angka 5,1%.
Investasi Terus Digenjot//
Di sisi lain, sebagai upaya untuk menggenjot investasi asing di Indonesia, Presiden lantas menunjuk 12 menteri sebagai menteri penghubung investasi asing, salah satunya Menteri Desa PDTT Eko Putro Sanjoyo.
Kepada Bisnis, Eko mengatakan jika dirinya ditunjuk oleh Presiden sebagai pihak penguhubung investasi Malaysia di Indonesia. Oleh sebab itu, dirinya lantas melakukan kunjungan ke Malaysia untuk bertemu dengan sejumlah CEO yang melakukan investasi di Indonesia. “Mudah-mudahan tahun ini bisa membawa [investasi] sekitar Rp100 triliun,” ujarnya.
Berdasarkan data yang diterima Bisnis, di hubungan g-to-g, Menteri Desa PDTT bersama dengan Menteri Perdagangan dan Industri Internasional Dato’ Sri Mustapa Mohamed membahas mengenai kemudahan investasi antara dua negara tersebut.
Sementara itu, kerjasama b-to-b, pihaknya bertemu dengan 12 perusahaan Malaysia diantaranya yakni FELDA, Tenaga Nasional Berhad (TNB), Khazanah, YTL Corporation Berhad, United Engineers Malaysia (UEM), Axiata dan CIMB Investment Banking.
Pertemuan itu pun lantas dilanjutkan dengan adanya 12 kerjasama antar korporasi, diantaranya, pertama kerjasama Felda dengan Eagle High Plantation, Tbk senilai US$ 550 juta.
Kedua, kerjasama dengan YTL untuk pembangunan power plant Tanjung jati 2 US$3,2 milyar, dalam proses. Ketiga UEM yang berminat masuk di pembangunan jalan tol Palimanan Solo.
Keempat, Eversenday yang tertarik untuk bekerja sama dengan PT. PP,Tbk dan PT. WIKA, Tbk dalam project property, hotel dan jalan tol. Kelima, rencana YTL yang akan membeli batubara 1 juta ton pertahun dari Indonesia.