Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rencana Aksi Industri Ikan Hias Akan Dibuat Perpres

Rencana aksi nasional industri ikan hias akan dituangkan dalam bentuk peraturan presiden menyusul kinerja industri yang terhambat prosedur ekspor yang berbelit-belit.

Bisnis.com, JAKARTA - Rencana aksi nasional industri ikan hias akan dituangkan dalam bentuk peraturan presiden menyusul kinerja industri yang terhambat prosedur ekspor yang berbelit-belit.

Asisten Deputi Sumber Daya Hayati Kemenko Maritim Andri Wahyono mengemukakan instansinya akan mengoordinasi rencana aksi itu. Langkah tersebut diharapkan mengangkat ikan hias menjadi industri primer di Indonesia.

"Saat ini industri ikan hias Indonesia yang semakin turun karena banyak perizinan yang sulit dan berbelit-belit. Dari segi biaya dan waktu, ini sudah menyulitkan eksportir," katanya, Kamis (23/3/2017).

Menurut dia, dibandingkan dengan Singapura, Vietnam, Pakistan, dan Kamboja, industri ikan hias Indonesia tertinggal. Di keempat negara itu, jenis ikan hias lebih berkembang dibanding di Indonesia yang jenis ikan hiasnya relatif belum bertambah.

Terkait regulated agent yang mewajibkan ikan-ikan harus melalui pemindai (X-Ray), pelaku industri ikan hias tidak keberatan, tetapi pihak bandara tidak bisa menjamin eksportir tidak ketinggalan pesawat karena proses pemindaian yang lama.

"Ini dapat merugikan eksportir bila kargo ikan tertinggal pesawat, padahal pengemasan untuk ekspor ikan hias tidak semudah kemasan barang," jelas Andri.

Masukan dari asosiasi ikan hias mengenai akses terhadap kredit usaha rakyat untuk pengembangan komoditas itu juga ditampung. Sarana promosi melalui perdagangan elektronik (e-commerce) untuk memperkuat pasar ikan hias di luar negeri juga menjadi perhatian.

Perbedaan standard antara Badan Standardisasi Nasional (BSN) melalui standard nasional Indonesia-nya (SNI) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pun menjadi perhatian. Spesifikasi suhu air ikan nemo menurut acuan SNI adalah 27-31 derajat celcius, sedangkan menurut KKP 23-25 derajat celcius.

“Kalau mengikuti SNI, ikan-ikan mati. Pelaku usaha ikan bingung aturan mana yang harus diikuti," terang Andri.

Di sisi lain, penyusunan draf perpres perlu memperhatikan keakuratan data. “Pada prosesnya data ikan hias baik ikan hias air tawar maupun air laut belum akurat datanya. Saat data diambil adalah data dari KKP dan BPS. Selain itu, masih diperlukan keakuratan data tentang jumlah eksportir dan penjelasan keuntungannya," kata Andri.

Sebelumnya, penyusunan rencana aksi nasional dan roadmap menuju RI sebagai produsen ikan hias nomor satu dunia dikemukakan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan KKP --sebelum dilebur menjadi Badan Riset dan Sumber Daya Manusia (BRSDM) KKP-- Zulficar Mochtar (Bisnis, 14/11/2016).

Untuk mencapai posisi itu, Indonesia, kata dia, harus mengenal dan menguasai perdagangan ikan hias secara internasional, memahami konstelasi internal (data, perizinan, kemitraan), dan strategi (roadmap, business plan, rencana aksi).

KKP juga sebelumnya menetapkan target produksi ikan hias 2,1 miliar ekor tahun ini untuk memenuhi permintaan pasar domestik maupun ekspor yang terus meningkat. Target itu naik 61% dari produksi 2015.

Meskipun meningkat rata-rata 9% per tahun, produksi ikan hias tahun lalu masih 1,3 miliar ekor. Di pasar dunia, Indonesia menduduki posisi eksportir terbesar kelima setelah Singapura, Spanyol, Jepang ,dan Republik Ceko. Nilai pengapalan ikan hias Indonesia pada 2014 mencapai US$20,9 juta.

“Ikan hias khususnya ikan hias laut Indonesia cukup banyak diminati oleh pemilik hobi (ikan hias) lokal maupun internasional," kata Dirjen Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto.

Untuk mendukung ketersediaan ikan hias air laut, KKP telah menugaskan unit pelaksana teknis (UPT) di lingkup Ditjen Perikanan Budidaya untuk melakukan produksi dan perekayasaan teknologi budidaya ikan hias laut sebagaimana dilakukan oleh Balai Besar Perikanan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung, Balai Perikanan Budidaya Laut (BPBL) Ambon, BPBL Lombok, dan BPBL Batam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Fajar Sidik

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper