Bisnis.com, JAKARTA -- Kapasitas terpasang rantai pendingin hasil laut diperkirakan tidak akan bertambah tahun ini, kecuali Kementerian Kelautan dan Perikanan merealisasikan pengadaan fasilitas itu senilai Rp1,3 triliun.
Ketua Umum Asosiasi Rantai Pendingin Indonesia (ARPI) Hasanuddin Yasni mengatakan aktivitas penangkapan ikan belum banyak berubah sehingga permintaan fasilitas pembekuan relatif tidak bergerak.
"Tapi kalau dari KKP target Rp1,3 triliun, saya berharap ada penambahan cold storage sampai 200.000 ton," katanya, Senin (6/3/2017).
Penambahan itu setara 2,8% dari kapasitas terpasang rantai pendingin produk seafood yang menurut catatan ARPI 7,1 juta ton per akhir 2016. Adapun produk seafood sejauh ini memanfaatkan 50% total kapasitas terpasang cold chain.
ARPI melaporkan kapasitas terpasang rantai pendingin tahun lalu 14 juta ton alias hanya mendukung 35% dari kebutuhan pendingin produksi produk segar (seafood, daging, ayam, buah, sayur) dan produk olahan yang mencapai 40 juta ton.
Hasanuddin mengatakan permintaan terhadap bantuan asosiasi dalam menerapkan sistem pendingin nasional dalam dua tahun belakangan memang meningkat tajam, baik dari instansi pemerintah, seperti KKP, sektor logistik swasta nasional, maupun investor asing yang berminat menanamkan modal di Indonesia.
Dalam catatan ARPI, investasi rental cold storage meningkat 7% dengan modal yang ditancapkan Rp3,1 triliun pada 2016. Reefer truck berkapasitas 2-4 ton juga meningkat 9% tahun lalu.
Setelah meningkat tajam dua tahun terakhir, Hasanuddin memperkirakan pertumbuhan kapasitas terpasang cold chain stagnan tahun ini. Selain karena produksi perikanan tangkap tidak banyak berubah, stagnasi terjadi pula karena banyak perusahaan hortikultura gagal panen.
Hasanuddin menyebutkan kapasitas terpasang cold chain sayur dan buah pada 2016 turun 20% dari angka 2015 yang sebesar 273.000 ton. Sementara itu, kapasitas terpasang daging dan beef tetap 565.500 ton. Adapun kapasitas terpasang daging ayam dan pakan naik 10% dari angka 2015 yang sebesar 2 juta ton.
ARPI menyoroti pengadaan logistik di sektor pangan yang perlu banyak pembenahan, terutama sistem distribusi produk pangan dari daerah produksi atau surplus ke daerah konsumsi atau minus. Problem ini tecermin pada kapasitas terpasang rantai pendingin yang hanya 35% dari kebutuhan.
Akibat infrastruktur yang belum memadai, biaya distribusi produk pangan yang memerlukan sistem rantai pendingin di Indonesia termasuk mahal di antara negara ASEAN (misalnya Singapura, Thailand, dan Malaysia), yakni Rp1.500-Rp2.000 per km jarak di Pulau Jawa.
Dengan kondisi infrastruktur rantai pendingin yang menantang pada masa depan, ARPI mengadakan rapat umum anggota (Munas) pada 4 Maret yang dihadiri oleh anggota (hak suara) dan undangan VIP industri serta instansi pemerintah sebagai peninjau.
Rapat umum itu dimaksudkan untuk memperkuat internal kepengurusan asosiasi dengan struktur yang menyediakan semua subsektor rantai pendingin, mulai dari produsen, distributor-retailer, prosesor, manufaktur, kontraktor, transportasi, hingga logistik.