Bisnis.com, JAKARTA – Pertumbuhan sektor properti dan daya listrik yang tersedia akan menjadi penopang utama kenaikan permintaan lampu yang diprediksi tumbuh 14% sepanjang tahun ini. Selain itu, iklim ekspor yang kian kondusif pun membuat produsen lampu nasional kian percaya diri.
Ketua Umum Asosiasi Industri Perlampuan Listrik Indonesia (Aperlindo) John Manoppo menyampaikan selain penambahan daya listrik oleh negara akan secara langsung mengerek permintaan lampu. Apalagi, pemerintah memiliki program nasional penyediaan listrik 35.000 MW.
“Pinsipnya kalau ada penambahan [daya] listrik, permintaan lampu akan bertambah. Kebutuhan total tahun lalu itu 350 juta unit, tahun ini mungkin di sekitar 400 juta unit. Dari seluruh kebutuhan lampu kita, 75% masih diimpor dari China,” kata John saat dihubungi Bisnis, Selasa (28/2).
Dia menjelaskan ada beberapa aspek penting yang memengaruhi permintaan dan kinerja industri lampu. Pertama, jumlah pergantian lampu yang dibutuhkan masyarakat. Kedua, hadirnya beragam tempat tinggal baru. Ketiga, ada peluang untuk meningkatkan ekspor lampu.
Menurut John, Indonesia dapat menyasar pasar-pasar negara Asia Tenggara untuk memasukkan produk lampu seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina. Peluang ini, menurutnya, kian terbuka seiring adanya implementasi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
Indonesia diyakini dapat bersaing dengan produk-produk lampu negeri tetangga. Menurut John, dengan terbukanya pasar ekspor, pemerintah seharusnya membuka investasi lampu masuk dengan menerbitkan regulasi terkait industri perlampuan nasional.
Adapun, data yang dihimpun Aperlindo menunjukkan pada 2016 lalu ada 68 juta konsumen PLN yang 57 juta di antaranya merupakan rumah tangga. Dengan asumsi pertumbuhan pengguna listrik rata-rata 5% per tahun, maka konsumen PLN pada 2019 diprediksi menyentuh 70 juta pelanggan.
“Kami belum mengetahui apakah akan ada penambahan listrik tahun ini. Tapi kalau hitung-hitungannya, pelanggan PLN biasanya tumbuh 5% setiap tahun,” kata John.