Bisnis.com, JAKARTA—Sejumlah pihak terus mendesak pemerintah untuk segera menghentikan moratorium pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Timur Tengah karena dianggap tidak menyelesaikan persoalan mendasar mengenai perlindungan TKI.
Pasalnya, berdasarkan survei Migrant Care Maret yang dilakukan pada Maret 2015-Mei 2016 di Bandara Soekarno Hatta, masih ditemukan sekitar 2.644 pengiriman TKI informal atau TKI yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga ke Timur Tengah, terutama Arab Saudi.
Hasilnya, 1.020 orang yang ditemui adalah PRT migran yang baru berangkat ke Timur Tengah dengan visa umroh, ziarah/visit, dan mengunjungi keluarga. Sisanya sebanyak 1.624 orang merupakan PRT migran Re-Entry.
Negara tujuan PRT migran adalah Arab Saudi 964 orang, Uni Emirat Arab 793 orang, Bahrain 220 orang, Oman 170, Qatar 157, Kuwait 57 orang, dan Malaysia 283 orang. Padahal pada periode tersebut, pemerintah sudah memberlakukan moratorium pengiriman TKI ke Timur Tengah.
“Moratorium pengiriman PRT ke Timur Tengah adalah kebijakan gelap mata dan sangat reaktif. Ini juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia karena membatasi akses perempuan ke lapangan pekerjaan,” kata Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah di Indonesia, Minggu (19/2).
Kebijakan tersebut dinilainya cukup rawan dalam memacu perdagangan manusia karena pemerintah terkesan menutup mata akan tingginya pengangguran dan terbatasnya akses pendidikan masyarakat Indonesia.
Jika mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), penyerapan tenaga kerja di Indonesia masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah yakni SD ke bawah sebanyak 49,97 juta (42,2%), SMP sebanyak 21,36 juta (18,04%) pada Agustus 2016.
Sebaliknya, penduduk yang bekerja yang memiliki pendidikan tinggi hanya 14,5 juta terdiri dari 3,41 juta orang dengan latar belakang pendidikan diploma (2,88%), dan 11,9 juta orang berpendidikan universitas pada periode yang sama.
“Tidak ada perubahan komposisi angkatan kerja. Dalam program kerja kementerian terkait, bahkan tidak ada kebijakan transformasi pendidikan. Jika transformasi ini tidak segera dilakukan, sampai kapanpun Indonesia akan menempati pekerjaan dengan level terendah di luar negeri,” ucap Direktur Migrant Care Institute Muhammad Adi Candra.
Bahkan, dirinya menambahkan pengirima TKI ilegal ke Timur Tengah sudah menggunakan modus baru yakni TKI rental. Para TKI tersebut pergi ke luar negeri dengan menggunakan visa umroh, mengunjungi keluarga, dan bahkan visa cleaning service untuk menyamarkan modus kepergiannya.
“Setelah sampai di sana, mereka akan dipekerjakan oleh seseorang atau perusahaan yang kemudian menyewakan jasa mereka ke orang lain sebagai PRT. Hal ini membuktikan moratorium sangat tidak efektif dalam melindungi TKI,” tukasnya.
Selain itu, rencana pemerintah yang disebut Zero PRT juga dinilainya tidak masuk akal karena tidak adanya aksi nyata pemerintah untuk melakukan transformasi pendidikan di Indonesia.