Bisnis.com, JAKARTA – Jumlah nilai pernyataan harta yang disampaikan para wajib pajak dalam program amnesti pajak (Tax Amnesty) hingga Rabu (8/2/2017), pukul 17.39 WIB, terpantau mendekati Rp4.358 triliun.
Dari angka tersebut, nilai deklarasi dalam negeri mendominasi peraihan dengan Rp3.202 triliun, sedangkan nilai repatriasi harta mencapai Rp141 triliun atau sekitar 14,1% dari target Rp1.000 triliun.
Berdasarkan catatan Bisnis.com, nilai pernyataan harta mengalami kenaikan sekitar Rp3 triliun dibandingkan pencapaian Selasa (7/2) pukul 17.27 WIB sebesar Rp4.355 triliun.
Berdasar data statistik amnesti pajak yang dilansir laman resmi Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, harta yang dilaporkan itu mayoritas bersumber dari deklarasi harta bersih dalam negeri (73,47%), diikuti deklarasi harta bersih luar negeri (23,29%), dan repatriasi aset dari luar negeri (3,24%).
Menurut angka deklarasi dan repatriasi itu, jumlah penerimaan uang tebusan amnesti pajak mencapai Rp111 triliun, atau sekitar 67,27% dari target penerimaan uang tebusan sebesar Rp165 triliun hingga akhir program pada Maret 2017.
Nilai realisasi tersebut berdasarkan surat setoran pajak (SSP) yang mencakup pembayaran tebusan amnesti pajak, pembayaran tunggakan pajak, dan pembayaran penghentian pemeriksaan bukti permulaan.
Komposisi uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan hingga hari ini:
-Orang Pribadi Non UMKM: Rp85,9 triliun
-Badan Non UMKM: Rp12,5 triliun
-Orang Pribadi UMKM: Rp5,15 triliun
-Badan UMKM: Rp363 miliar
Adapun komposisi pernyataan harta terdiri dari:
-Deklarasi Dalam Negeri: Rp3.202 triliun
-Deklarasi Luar Negeri: Rp1.015 triliun
-Repatriasi: Rp141 triliun
TARIF
Pelaksanaan Program Tax Amnesty digelar selama sekitar sembilan bulan sejak 18 Juli hingga 31 Maret 2017 dan terbagi atas tiga periode masing-masing selama tiga bulan.
Selama periode Juli hingga 30 September 2016, tarif tebusan yang berlaku sebesar 2% untuk repatriasi. Pada periode kedua mulai 1 Oktober-31 Desember 2016, tarif repatriasi yang berlaku sebesar 3%, sedangkan untuk periode terakhir pada 1 Januari - 31 Maret 2017 berlaku tarif repatriasi sebesar 5%.
Tarif tersebut juga berlaku bagi wajib pajak yang hendak melaporkan harta (deklarasi) di dalam negeri. Adapun wajib pajak yang hendak mendeklarasi harta di luar negeri dikenai tarif masing-masing 4%, 6% dan 10% untuk ketiga periode tersebut.
Khusus bagi UMKM, dikenakan tarif seragam mulai 1 Juli 2016 hingga 31 Maret 2017, yakni 0,5% untuk aset di bawah Rp10 miliar dan 2% untuk aset di atas Rp10 miliar.
Sejak awal periode tax amnesty hingga hari ini, telah diterima total 674.786 surat pernyataan. Adapun, jumlah surat pernyataan yang tercatat sepanjang Februari sejumlah 9.690 surat.
Berdasarkan uraian dalam dashboard amnesti pajak hari ini pukul 17.39 WIB, jumlah nilai pernyataan harta yang tercatat sepanjang bulan ini mencapai Rp31,21 triliun.
Adapun, dalam komposisi pernyataan harta yang tercatat hari ini, pencapaian nilai deklarasi harta bersih dalam negeri tercatat naik sekitar Rp3 triliun setelah mencapai Rp3.199 triliun pada Selasa (7/2) pukul 17.27 WIB.
Merujuk pada komposisi uang tebusan berdasarkan SPH yang disampaikan, kontribusi kenaikan nilai dicatatkan oleh WP (wajib pajak) orang pribadi (OP) UMKM dan badan UMKM dengan total sekitar Rp21 miliar dibandingkan dengan pencapaian Selasa.
Hingga hari ini, OP non-UMKM memberikan kontribusi terbesar senilai Rp85,9 triliun, disusul oleh badan non-UMKM dengan Rp12,5 triliun.
Pada posisi berikutnya adalah OP UMKM yang memberikan kontribusi senilai Rp5,15 triliun dengan kenaikan Rp20 miliar, sedangkan badan UMKM mencatatkan kontribusi senilai Rp363 miliar atau bertambah Rp1 miliar.
PERTANYAAN PENGISIAN SPT
Sekitar 50 hari menjelang akhir pelaksanaan program amnesti pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) kebanjiran pertanyaan soal mekanisme pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) dari peserta tax amnesty.
Menurut Kepala KPP Pratama Pulogadung Edward Sianipar, pernyataan yang banyak muncul di antaranya langkah apa yang harus dilakukan setelah WP mendeklarasikan harta mereka.
"Banyak ketentuan perpajakan yang harus diketahui oleh wajib pajak secara cermat mulai dari status subjek pajak," kata Edward di Jakarta, seperti dilansir Bisnis.com (Selasa, 7/2).
Para wajib pajak juga harus mengetahui perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) dengan negara lain, hingga kategori harta dan penghasilan serta pelaporan pajak yang telah dibayar dan dipungut di luar negeri.
Jika hal itu dipahami dengan benar oleh masyarakat atau wajib pajak, mereka bisa melakukan pengisian SPT tahunan PPh orang pribadinya sesuai ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan.
Ditambahkan olehnya, khusus bagi wajib pajak yang memiliki sumber harta lebih dari satu, semestinya melakukan pelaporan harta secara normal karena akan mempermudah pengisian SPT mereka.