Bisnis.com, JAKARTA - Kalangan pengusaha membeberkan adanya risiko dari kondisi cadangan devisa negara yang terkuras cukup dalam akibat gejolak nilai tukar dan pembayaran utang.
Bank Indonesia mencatat cadangan devisa negara pada April 2024 sebesar US$136,2 miliar menjadi yang terendah sejak Desember 2022.
Cadangan devisa terkuras hingga US$4,2 miliar atau Rp67,5 triliun dalam sebulan dari posisi bulan sebelumnya yang tercatat US$140,4 miliar atau Rp2.257 triliun.
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta, Diana Dewi, menilai bahwa tergerusnya cadangan devisa untuk stabilisasi penguatan nilai tukar Rupiah dan pembayaran utang luar negeri menandakan berbagai terobosan dan inovasi yang dilakukan pemerintah belum disambut oleh market.
"Kondisi tersebut cukup memprihatinkan dan patut dicermati oleh pemerintah maupun pelaku usaha," ujar Diana saat dihubungi, dikutip Minggu (12/5/2024).
Menurutnya, penggerusan cadangan devisa yang dilakukan saat ini tidak sebanding dengan penguatan nilai tukar rupiah. Akibatnya, saat kondisi tersebut berlangsung dalam jangka panjang, kata Diana, dikhawatirkan cadangan devisa akan terjun bebas dan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat akan semakin menukik.
Baca Juga
Dia menekankan bahwa ketersediaan cadangan devisa negara harus dalam kondisi yang tetap memadai sebagai alat stabilisasi nilai rukar Rupiah.
Kendati begitu, di sisi lain upaya pemerintah mengumpulkan pundi-pundi cadangan devisa dari kebijakan devisa hasil eskpor sumber daya alam atau DHE SDA belum berjalan optimal.
Diana pun membeberkan, adanya kekhawatiran pasar terhadap lanskap di bulan mendatang saat turbulensi pasar memungkinkan kembali terjadi di tengah lonjakan permintaan Dolar AS di pasar domestik.
"Rupiah bisa kembali mengalami overshoot, BI rate bisa kembali dikerek dan berimbas semakin dalam ke pertumbuhan ekonomi di sisa tahun ini," ungkapnya.
Oleh karena itu, pemerintah diharap bisa lebih berani melakukan terobosan. Menurutnya, apabila pemerintah hanya mengandalkan dana asing jangka pendek melalui instrumen moneter maupun fiskal dengan bunga tinggi, justru berisiko memicu volatilitas nilai tukar semakin besar.
"Kita tidak bisa terlalu bergantung pada impor yang membuat rupiah mudah terguncang, kondisi ini akan merepotkan pengusaha. Diharap para pemegang kebijakan punya terobosan baru yang lebih kuat dan fundamental untuk nilai tukar," ujarnya.
Diberitakan Bisnis sebelumnya, Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan bahwa salah satu penyebab penurunan cadangan devisa yaitu untuk kebutuhan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah gejolak perekonomian global yang tinggi.
“[Penurunan] cadangan devisa nggak usah gundah gulana, nggak usah insecure, memang wajarnya begitu. Memang kita kumpulkan waktu panen, sekarang lagi terjadi outflow, lagi perlu stabilitas. Tapi, kami pastikan stoknya itu jauh lebih cukup dari yang kita perlukan,” katanya dalam acara Taklimat Media Perkembangan Ekonomi Terkini, Rabu (8/5/2024).