Bisnis.com, MAKASSAR- Gelombang penolakan operasional angkutan umum berbasis daring kian massif di Kota Makassar. Operator angkutan umum konvensional berbagai segmen diantaranya angkot atau 'petepete' dan taksi melakukan aksi mogok operasional dalam skala besar sebagai bentuk protes, Senin (6/2/2017).
Ketua Organisasi Pengusaha Angkutan Darat (Organda) Makassar Zainal Abidin mengemukakan mogok operasional tersebut merupakan bentuk protes operator terhadap pemerintah yang cederung tidak melakukan langkah rill terkait kehadiran angkutan berbasis daring di Makassar.
Menurut dia, operasional sejumlah angkutan umum berbasis daring yang intensif berjalan dalam setahun terakhir, dinilai merusak tatanan pasar transportasi Makassar karena pengenaan tarif yang cenderung tidak sehat terhadap industri.
"Mereka [angkutan berbasis online] beroperasi tanpa mengacu pada tarif yang ditetapkan pemerintah, bisa dikatakan sangat tidak normal sehingga dampaknya pada pasar transportasi menjadi tidak sehat. Di Makassar sendiri, armada angkutan aplikasi online yang beroperasi itu sudah capai 2.000 unit," katanya.
Adapun dalam mogok operasional itu, armada angkutan umum terkhusus angkot terlihat parkir memenuhi sejumlah ruas utama di Makassar disertai dengan konsentrasi ribuan pengemudi yang melakukan demonstrasi terkait penolakan operasional angkutan berbasis daring.
Zainal menjelaskan, kehadiran angkutan berbasis online tersebut dinilai siginfikan menggerus pendapatan pengemudi angkutan konvensional seiring dengan kecenderungan penumpang yang memilih moda melalui aplikasi lantaran tarif yang relatif berada di bawah tarif resmi.
Pada pantauan Bisnis, aksi mogok operasional yang dilakukan sejak pagi hingga menjelang sore tersebut berdampak pada mobilitas warga Makassar dan cenderung melumpuhkan transportasi dalam kota. Klaim Organda, dalam mogok operasional itu melibatkan ribuan pengemudi dan armada angkot serta sejumlah operator taksi konvensional di Makassar.
Selain penolakan operasional angkutan berbasis daring, aksi mogok operasional juga menuntut pemerintah meninjau sejumlah kebijakan terkait sektor transportasi, meliputi penaikan tarif surat-surat kendaraan kemudian pembangunan moda BRT, serta peluncuran Petepete Smart oleh Pemkot Makassar.
Serangkaian hal tersebut dinilai bakal menjadi pemicu pelemahan pada kegiatan operasional industri transportasi lokal dengan dampak lebih luas ribuan pengemudi kehilangan pekerjaan.