Bisnis.com, JAKARTA – Industri Petrokimia Amerika Serikat gencar meningkatkan kapasitas produksi poliolefin berbasis shale gas di tengah kondisi over supply.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan S&P Global Platts, negara di Amerika Utara bakal meningkatkan produksi lewat investasi yang mencapai 2 juta ton polietilena berbasis shale gas pada 2017 dan 1,4 juta ton pada 2018.
Salah satunya adalah dengan pembangunan pabrik poliolefin berkapasitas 421.000 ton di Kanada yang akan mulai beroperasi secara komersial pada awal kuartal I/2017.
Pasar di Amerika Utara diprediksi akan terus mengalami over supply hingga 10 tahun ke depan mengikuti ,meningkatnya investasi shale gas, sehingga aliran ekspor akan masuk ke pasar Eropa dan Asia.
Bahkan, impor poliolefin Eropa dari Amerika Serikat naik hingga 66% pada periode Januari-September 2016 dibanding periode yang sama pada 2015. Proyek investasi Amerika Utara bakal semakin gencar ketika harga minyak naik.
Dengan kondisi seperti ini, lanjutnya, Amerika Serikat dan negara Timur Tengah bakal berebut pasar di China seiring dengan ditutupnya beberapa fasilitas produksi di Jepang dan Korea Selatan.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Olefin, Aromatik, dan Plastik Indonesia (Inaplas) Fajar Budiyono menilai poliolefin yang bakal diproduksi Amerika Serikat akan mengalir ke China dan India dan tidak sampai ke Indonesia, sehingga peningkatan produksi tidak akan banyak berpengaruh terhadap industri domestik..
Menurutnya, saat ini kebutuhan polietilena China mencapai 11 juta - 12 juta ton dengan kapasitas domestiknya 8 juta ton, sementara kebutuhan polipropilena 10 juta ton dengan kapasitasnya 6 juta ton. Artinya, China tidak punya pilihan lain selain membeli dari Amerika Serikat.
“Amerika memang menyiapkan US$125 miliar untuk bangun shale gas, salah satunya polietilena. Itu tidak akan masuk ke sini. Nanti yang terpukul adalah middle east, tapi harga polietilena akan tetap segitu saja,” katanya kepada Bisnis.com, Rabu (28/12/2016).
Meski shale gas lebih murah, lanjutnya, bagi Indonesia sendiri, polimer berbasis naphta masih lebih menguntungkan ketimbang natural gas dan batu bara. Menurut prediksinya, shale gas bakal masuk Indonesia masih dalam waktu yang cukup lama, yaitu pada 2022.