Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Agar Anak Bangsa Tak Dijarah Negara Lain

Menjelang kelulusan setiap tahunnya, begitu banyak siswa dan mahasiswa di Tanah Air yang berlomba-lomba berburu tempat magang untuk membekali diri mereka dengan pengalaman di dunia profesional. Mungkin Anda pun termasuk salah satu yang pernah melakukannya.
/Ilustrasi
/Ilustrasi

Menjelang kelulusan setiap tahunnya, begitu banyak siswa dan mahasiswa di Tanah Air yang berlomba-lomba berburu tempat magang untuk membekali diri mereka dengan pengalaman di dunia profesional. Mungkin Anda pun termasuk salah satu yang pernah melakukannya.

Persaingan untuk mendapatkan kursi magang (internship) di instansi atau organisasi bergengsi pun kian ketat. Apalagi, kompetensi dan skill generasi muda saat ini sudah semakin kompetitif, sehingga banyak perusahaan yang tak kesulitan mencari pemagang berkualitas.

Namun, beberapa tahun belakangan, semakin banyak pula pemuda denganskill berkualitas yang mengincar posisi magang di luar negeri. Bagi mereka, menjadi intern di negeri orang jauh lebih menantang dan memberi nilai tambah pada portofolio profesional mereka.

“Aku lagi berburu magang di Jepang.Habisnya kalau magang di sini, kerjanya gitu-gitu aja. Disuruh fotokopi, menyiapkan makalah, mengetik surat. Sudah begitu tidak dapat uang saku,” ujar Claudia, mahasiswi semester akhir salah satu universitas swasta bergengsi Jakarta.

Claudia tidak sendiri. Banyak pencari magang yang mengaku pesimistis dengan hasil dari program magang yang mereka lakukan di instansi lokal. Diskriminasi, tidak dipenuhinya hak proteksi, sertifikasi, dan uang saku adalah masalah-masalah yang paling jamak dikeluhkan.

Padahal, hal-hal yang berkaitan dengan hak dan kewajiban program pemagangan sudah diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.36/2016. Di sana disebutkan bahwa peserta magang harus berusia minimal 17 tahun.

Mereka harus memiliki bakat, minat, dan memenuhi persyaratan yang sesuai dengan program pemagangan dan wajib menandatangani perjanjian pemagangan dengan penyelenggara program pemagangan.

Haknya pun diatur secara hukum. Mereka harus memperoleh fasilitas keselamatan dan kesehatan kerja selama mengikuti program, memperoleh uang saku, perlindungan dalam bentuk jaminan kecelakaan dan kematian, dan sertifikat pemagangan bila dinyatakan lulus.

Kenyataannya, banyak instansi dan organisasi di Tanah Air yang menuntut implementasi kewajiban para pemagang, tetapi abai terhadap hak-hak yang seharusnya diterima oleh mereka yang telah mengikuti program tersebut.

Di dalam peraturan itu juga disebutkan bahwa selama proses pemagangan, peserta akan berada di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur profesional atau pekerja yang lebih berpengalaman.

Skemanya adalah peserta program pemagangan mendapatkan 25% teori, 75% praktik, dan diakhiri dengan uji kompetensi (sertifikasi). Adapun, jangka waktu pemagangan yang diizinkan adalah paling lama 1 tahun.

Di tengah semakin banyaknya pemudaskillful Indonesia yang terbang ke luar negeri untuk mencari kursi magang, pemerintah berusaha menggaet kembali minat pemagangan di dalam negeri dengan menggelar Program Pemagangan Nasional yang dimulai 2017.

Untuk itu, pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menggandeng Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) untuk membidik target 163.000 peserta magang pada tahun depan.

Terdapat 2.648 perusahaan di bawah naungan Kadin dan Apindo yang telah digaet oleh pemerintah. Adapun, perusahaan-perusahaan yang sudah berkomitmen untuk program pemerintah itu berasal dari DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Sektor-sektornya meliputi manufaktur (1.776 perusahaan), pariwisata (200 perusahaan), perbankan (12 perusahaan), kelautan dan perikanan (411 perusahaan), teknologi informasi dan komunikasi (30 perusahaan), dan ritel (219 perusahaan).

KURANG KETERAMPILAN

Menanggapi program tersebut, Menaker Hanif Dhakiri mengatakan Program Pemagangan Nasional adalah salah satu jawaban dari problema ketersambungan antara lulusan dunia pendidikan yang belum bisa diterima pasar kerja karena kurangnya keterampilan.

“Untuk memecahkan masalah link and match itu, pemerintah akan gencar melakukan pemagangan terpadu. Program dibuat sistematis di mana peserta melakukan magang dengan jabatan tertentu, mendapatkan insentif, dan sertifikasi,” ujarnya di sela-sela Deklarasi Pemagangan Nasional Menuju Indonesia Kompeten, Jumat (23/12).

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah tenaga kerja RI per Agustus 2016 menyentuh 125,44 juta jiwa dari total 189,10 juta warga Indonesia usia kerja. Dari angka itu, 60,24% adalah lulusan SD/SMP, 27,52% lulusan SMA/SMK, dan 12,24% lulusan perguruan tinggi.

Selain untuk menegakkan kembali hak dan kewajiban peserta magang di dalam negeri agar tidak semakin banyak pemuda potensial yang berburu magang ke negara orang, program tersebut menjadi jalan keluar bagi tenaga kerja lulusan pendidikan menengah ke bawah.

Sebab, selama ini lulusan pendidikan menengah ke bawah sulit diterima di dunia kerja karena dinilai kurang pengalaman dan tidak memiliki kompetensi di lingkungan profesional. Stigma itulah yang hendak diubah pemerintah melalui program tersebut.

Sejak 2009 hingga November 2016, program pemagangan dalam negeri telah diikuti oleh 169.317 peserta. Pada 2009 sebanyak 13.053 peserta, 2010 sebanyak 14.006 peserta, 2011 sejumlah 21.088 peserta, dan 2012 sejumlah 23.071 peserta.

Pada 2013 jumlahnya kembali naik menjadi 24.709 peserta magang, 2014 mencapai 26.367 peserta, 2015 sejumlah 26.437 peserta, dan sepanjang Januari—November tahun ini jumlahnya menembus 20.586 peserta. Tahun depan, targetnya adalah 163.000 peserta.

Menurut Hanif, target itu merefleksikan komitmen pemerintah untuk menciptakan terobosan dalam percepatan peningkatan kompetensi tenaga kerja di dalam negeri. Dia berpendapat dengan adanya magang, peserta bisa lebih siap dan cepat diserap pasar kerja.

“Pengalaman praktis yang didapatkan peserta pemagangan dapat meningkatkan kompetensinya dan cepat diserap pasar kerja. Dengan demikian, pemagangan ini berkontribusi besar dalam menambah jumlah tenaga kerja skilled dan menyesuaikan suplai dan permintaan akan tenaga kerja,” paparnya.

Sudah terbukti di banyak negara, program pemagangan adalah cara cepat untuk mengerek kompetensi tenaga kerja. Oleh sebab itu, harus ada juga upaya untuk memberikan insentif pada perusahaan-perusahaan yang memberikan fasilitas magang yang sesuai peraturan.

Dengan demikian, para peserta tidak lagi mengidentikkan magang dengan pekerjaan-pekerjaan remeh temeh, diskriminasi, tidak mendapat uang saku, dan tidak menerima sertifikasi secara layak.

Tenaga kerja skillful pun akan lebih bersemangat mencari pekerjaan layak di dalam negeri. Pada akhirnya, pasar kerja di Indonesia akan menjadi lebih kompetitif dan berkualitas.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bisnis Indonesia (24/12/2016)

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper