Bisnis.com, JAKARTA -- Sebelas negara yang menyepakati Regional Plan of Action to Promote Responsible Fishing Practices including Combating IUU Fishing in the Southeast Asia Region (RPOA-IUU) berkomitmen memberantas illegal fishing.
Sebelas negara itu meliputi Australia, Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Malaysia, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.
Director of the Fisheries Foreign Affairs Division, Department of Fisheries, Thailand, Chumnarn Pongsri selaku representatif Pemerintah Thailand membuka pertemuan dan menyampaikan pentingnya kerja sama RPOA-IUU dalam memastikan pemanfaatan sumber daya perikanan yang lestari dan berkelanjutan, terutama di wilayah fokus monitoring, control, and surveillance (MCS) subregional RPOA-IUU yang mencakup Teluk Thailand, Laut China Selatan bagian timur dan selatan, Laut Sulu-Sulawesi, dan Laut Arafura-Timor.
Pongsri juga memberikan penekanan terhadap peningkatan kegiatan illegal fishing dan eksploitasi berlebihan yang menyebabkan penurunan stok ikan.
"Ini dapat ditanggulangi dengan meningkatkan praktik penangkapan ikan yang bertanggung jawab melalui kerja sama regional di kawasan," katanya dalam siaran pers Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Minggu (4/12/2016).
Staf Ahli Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Kemasyarakatan dan Hubungan Antar Lembaga Suseno Sukoyono selaku perwakilan Indonesia menekankan pentingnya elemen penegakan hukum (enforcement) dalam komponen MCS yang salah satunya adalah dengan mendorong pengategorian kejahatan perikanan (fisheries crime) sebagai kejahatan lintas batas (transnational organized crimes) agar penegakan hukum dapat dilaksanakan secara efektif di laut teritorial maupun zona ekonomi eksklusif masing-masing negara peserta RPOA-IUU.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Kepala Sub Direktorat Pengawasan Distribusi Hasil Perikanan Turman Hardianto Maha, melaporkan perkembangan kegiatan yang telah dilaksanakan dan kebijakan Indonesia dalam memberantas IUU fishing, yakni penenggelaman kapal pelaku illegal fishing, analisis dan evaluasi terhadap 1.132 unit kapal ikan eks asing, pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115), ratifikasi Port State Measure Agreement, termasuk penanganan kapal FV. Viking yang mendapat perhatian serius karena berstatus kapal stateless dan paling diburu oleh Interpol.