Bisnis.com, BANDUNG - Pemerintah Provinsi Jawa Barat mensinyalir kasus kelangkaan gas elpiji 3 kilogram di sejumlah daerah karena ada penyelewangan dalam rantai pasok.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar Hening Widiatmoko mengatakan pihaknya banyak mendapatkan laporan dari kabupaten/kota terkait gas elpiji.
Pertama, soal rencana konversi dari gas 3 kilogram ke 5 kg yang tidak dibarengi pasokan dari Pertamina. “Kedua, distribusi 3 kg ke kecamatan, malah dijual ke luar wilayah,” katanya kepada Bisnis di Bandung, Rabu (30/11/2016).
Menurutnya, ada ulah subpengecer "si melon" (sebutan gas elpiji 3 kg berwarna hijau) yang membuat kuota di wilayah tertentu menjadi berkurang.
Akibatnya pasokan yang sudah ditentukan oleh Pertamina ke daerah tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan. “Dari distributor ke pengecer lancar, nah ada subpengecer yang tidak bisa terkontrol,” ujarnya.
Laporan kebocoran ini menurut Hening datang dari Kabupaten Tasikmalaya, Cianjur, Karawang dan Ciamis. Pihaknya mengaku sulit menindaklanjuti soal kuota yang dialihkan oleh subpengecer tersebut karena masalah ini merupakan domain Pertamina. “Saya tidak mau menyalahkan Pertamina, karena mereka sudah tahu masalahnya di mana,” paparnya.
Hening memastikan bahwa Pertamina sendiri tidak memiliki masalah dalam pasokan si melon. Namun karena hal tersebut sudah berlangsung selama dua bulan, maka rantai distribusi harus kembali diperketat. “Kalau operasi pasar sendiri kami khawatir tidak menjawab kelangkaan,” paparnya.
Karena itu pihaknya meminta jika rencana konversi ke 5 kg akan dilakukan, Pertamina diharapkan menggelontorkan kuota yang cukup besar. Menurutnya, rencana tersebut tidak akan mendapat penolakan dari kalangan bawah karena kebutuhan akan gas sudah tinggi. "Masyarakat miskin butuh gasnya, bukan tabungnya," ujarnya.
Sementara itu, untuk menekan harga yang semakin meroket di tingkat eceran, Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) Kabupaten Bandung akan mengintervensi harga gas subsidi 3 kg dengan menggandeng PT Pertamina dan Hiswana Migas.
Kepala DisKoperindag Kab Bandung, Popi Hopiah mengakui selama ini, tidak adanya standar telah menyebabkan harga tinggi di tingkat pengecer. Faktor lainnya akibat dugaan adanya penimbunan gas melon di lapangan.
"Ketika terjadi kelangkaan gas dan berdampak kepada harga semakin tinggi hingga mencapai Rp30.000. Begitu pangkalan (kirim gas) ke pengecer pertama, ada pengumpul dan harga bisa berlipat," katanya.
Dia mengungkapkan setiap hari ada sekitar 100.000 gas subsidi disebar di Kabupaten Bandung. Sialnya, kelangkaan justru masih kerap terjadi hingga saat ini. Sulitnya mendapatkan gas tidak hanya terjadi di Cimahi, tapi juga daerah lainnya di Jabar.
Popi mengatakan, pekan lalu pihaknya melakukan perasi pasar gas 3 kg yang digelar serentak di 31 Kecamatan. Setiap kecamatan akan memperoleh 360 gas 3 kg untuk disalurkan kepada masyarakat ekonomi ke bawah. “Operasi Pasar harus bisa dimaksimalkan masyarakat tidak mampu. Para kades dan camat harus mengawasi. Ini instruksi bupati," katanya.
Menurutnya, operasi pasar yang dilakukan serentak dilakukan agar potensi kecurangan dengan melakukan penimbunan bisa diminimalisasi. Sebab, jika tidak serentak maka potensi para pembeli yang berniat bisa menimbun bisa terjadi.
Untuk bisa membeli gas saat operasi pasar, dirinya menyarankan para pembeli yang tidak mampu bisa melampirkan surat keterangan tidak mampu. Selain itu, mereka yang berada di ekonomi menengah ke atas bisa beralih menggunakan gas 5,5 kg."Kami membuka dalam operasi pasar itu bagi yang mempunyai 2 tabung 3 kg bisa ditukar dengan gas 5,5 kg ditambah uang Rp 100.000," katanya.