Bisnis.com, JAKARTA—Tiga proyek infrastruktur yaitu tol Trans Sumatera ruas Kayu Agung—Palembang—Betung, tol Manado—Bitung dan Pelabuhan Makassar ditetapkan menjadi bagian dari rencana induk konektivitas Asean 2025. Proyek tersebut akan mendapatkan prioritas untuk ditawarkan kepada investor potensial guna memperoleh pendanaan.
Kepala Divisi Konektivitas Asean Lim Chze Cheen menyatakan, Asean bekerja sama dengan World Bank telah melakukan studi rencana induk konektivitas Asean pada 2025. Dalam rencana induk yang disusun dalam rentang waktu 2014-2015 tersebut, pihaknya memetakan setidaknya 40 proyek infrastruktur berskema KPBU di 10 negara kawasan Asean yang memiliki posisi strategis dalam mendorong pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut.
“Kita tidak hanya mencari pertumbuhan ekonomi Indonesia, tetapi juga pertumbuhan ekonomi di regional Asean, karena diprediksi pada 2030 akan ada lebih dari 90 juta orang pindah ke Asean. Untuk menampung mobilisasi itu, setidaknya dibutuhkan sekitar USD 3,3 triliun untuk pembangunan infrastruktur di kawasan ini pada 2030,” ujarnya dalam seminar Asean G2B Infrastructure Investment Forum, Selasa (08/11).
Lebih lanjut, pihaknya juga telah mengerucutkan 40 proyek regional itu menjadi delapan proyek pipeline yang paling siap untuk dibangun. Delapan proyek tersebut antara lain proyek tol Bien Hoa-Vung Vietnam, Jaringan Tol Central Luzon Filipna, Kanchanaburi-- Phu Nam Ron Motorway, Laos Road No.3 Asean Highway Laos, Pelabuhan Makassar, Tol Manado—Bitung, Trans Sumatera: Kayu Agung—Betung, dan North Luzon Expressway East Project Filipina.
Lim menjelaskan, kerja sama antar pemerintah dan badan usaha untuk seluruh proyek tersebut terbuka bagi seluruh lembaga pembiayaan multilateral, seperti Asian Development Bank (ADB), Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), Bank Dunia, dan masih banyak lainnya. Menurutnya, tindak lanjut bagi proyek-proyek tersebut sangat tergantung pada kesiapan proyek infrastruktur, mulai dari ketersediaan lahan, skema pendanaan hingga pemberian jaminan.
Dalam kesempatan itu, Wakil Kadin Indonesia Bidang Infrastruktur Erwin Aksa mengatakan Kadin telah membentuk inisiatif dan komitmen dari dunia usaha untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur dan konektivitas Asean. Inisiatif tersebut terdiri dari tiga hal, yaitu pembukaan wilayah timur melalui jalur laut Bitung—Davao, percepatan model dan jaminan pembiyaaan infrastruktur, serta meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) dalam upaya mempercepat pembangunan pembangkit listrik 35.000 mW.
“Nota kesepahaman ini akan ditandatangani pada 1-2 Desember mendatang dalam rapat umum Kadin,” ujarnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menyatakan sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, tantangan pembangunan terbesar yang dihadapi Indonesia adalah mengejar pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakat baik di daerah perkotaan maupun pedesaan.
Dia juga menilai keterpaduan antara rencana induk konektivitas Asean 2025 dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 menjadi kunci dalam membuka konektivitas nasional maupun regional. Untuk itu, diperlukan diskusi bilateral yang intens antar negara di kawasan tersebut.
“Saat ini, pemerintah Indonesia mempromosikan pembiayaan infrastruktur non APBN, karena keterbatasan anggaran. Mengingat hal tersebut, kami juga mendorong mekanisme KPBU dalam implementasi proyek-proyek dalam konektivitas Asean,” ujarnya.
Menurutnya, ada beberapa hal yang dapat membuat pelaksanaan proyek KPBU menjadi efektif dan efisien. Pertama, sumber daya manusia dalam mengidentifikasi dan memetakan prioritas proyek dan melakukan persiapan proyek. Kedua, pembiayaan KPBU baik dari persiapan proyek maupun transaksi. Ketiga, adanya jaminan pemerintah. Keempat, dukungan pemerintah. Kelima, regulasi dan kerangka kerja institusi atau lembaga yang mengawal proyek tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, pelaksanaan proyek infrastruktur berskema KPBU tidak hanya bertujuan untuk menarik dana investor guna menutupi keterbatasan anggaran negara, tetapi juga untuk mendapatkan keahlian dalam menyiapkan proyek infrastruktur di masa mendatang.
Dia juga menyatakan dalam pembiayaan, Kemenkeu selama ini terbuka terhadap berbagai skema KPBU, dan telah memiliki mekanisme dukungan pemerintah bagi proyek yang dianggap kurang layak secara finansial. Salah satunya melalui pemberian dukungan dana Viability Gap Fund (VGF) untuk meningkatkan kelayakan investasi suatu poyek, dan memberikan penjaminan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia.
“Ini bukan masalah ada alternatif skema pendanaan atau tidak, tetapi yang penting sekarang adalah realisasinya,” ujarnya.
Menkeu juga menyatakan adanya dana repatriasi dari program amnesti pajak juga potensial untuk mendukung pembiayaan proyek infrastruktur tanah air. Dia mengatakan, presiden telah menginstruksikan kepada menteri terkait untuk memetakan proyek infrastruktur yang dapat menyerap dana tersebut,