Bisnis.com, JAKARTA--Pemerintah masih optimistis penawaran blok minyak dan gas nonkonvensional yang dilakukan diminati pelaku usaha.
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tunggal, mengatakan pihaknya masih optimistis dengan lelang kali ini.
Pihaknya menilai harga minyak rendah tak bisa dijadikan alasan berhentinya kegiatan pengembangan blok migas nonkonvensional.
Pasalnya, biaya kegiatan hulu justru lebih rendah ketika harga minyak turun. Dia berharap masih terdapat pelaku usaha yang bisa memanfaatkan momen harga minyak murah.
Pada penawaran kali ini, pemerintah melelang tiga wilayah kerja migas nonkonvensional yakni Blok Batu Ampar, Blok Raja dan Blok Mas.
Adapun, blok shale hidrokarbon Batu Ampar berada di Kalimantan Utara dengan luas wilayah 2.452 kilometer persegi.
Pada blok tersebut terdapat cadangan gas sebesar 7,08 trillion cubic feet (tcf) dan minyak sebesar 21,37 juta barel (million barrel oil/MMBO) yang ditawarkan melalui lelang reguler.
Sebagai komitmen awal, kontraktor harus melakukan studi geologi dan geofisika juga mengebor satu sumur eksplorasi. Pada lelang ini, skema bagi hasil atau split dan bonus tanda tangan bisa ditetapkan secara fleksibel.
Kemudian, untuk blok gas metana batubara, terdapat dua blok di Sumatera Selatan yang ditawarkan yakni Blok Raja seluas 580,5 kilometer persegi yang mengandung cadangan sebesar 0,92 tcf gas serta Blok Bunga Mas seluas 483,6 kilometer persegi dengan cadangan sebesar 1,92 tcf.
Keduanya ditawarkan melalui penawaran langsung. Adapun, komitmen awal yang harus dilakukan yakni kajian geologi dan geofisika, mengebor satu sumur eksplorasi, dua core hole dan tes produksi.
"Saya optimislah. Justru saat minyak rendah itu perusahaan membeli, bukan menunggu harga minyak mahal baru mengembangkan," ujarnya di Jakarta, Senin (31/10/2016).
Pihaknya pun mengakui beleid pengembangan blok migas nonkonvensional belum bisa diterapkan karena terkendala masalah fiskal yakni soal jenis kontrak yang harus diselesaikan di Kementerian Keuangan. Menurutnya, hal itu memerlukan petunjuk lanjutan agar beleid tersebut bisa diterapkan.
"Itu masalah fiskal dan harus diselesaikan Kementerian Keuangan," katanya.
Direktur Riset Hulu Migas Asia Pasifik WoodMackenzie, Andrew Harwood mengatakan sebenarnya pengembangan blok migas nonkonvensional belum populer di negara selain Amerika Serikat.
Dengan demikian, produksi dari blok migas nonkonvensional belum berkontribusi terhadap pasokan dalam lima hingga 10 tahun mendatang.
"Di Indonesia, produksi nonkonvensional belum bisa berkontribusi terhadap pasokan pada lima hingga 10 tahun ke depan," katanya.