Bisnis.com, JAKARTA – Kementerian Koordinator bidang Perekonomian ingin membenahi sektor logistik dan mempersiapkan sejumlah poin deregulasi terhadap sejumlah paket kebijakan ekonomi guna menstimulasi geliat industri dalam negeri.
Edy Putra Irawady, Deputi Bidang Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Perekonomian mengatakan Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution sudah menugaskan jajarannya untuk serius memperhatikan masalah logistik. Menurut Edy, masalah yang membelit sektor logistik harus diselesaikan dengan tiga target utama.
“Targetnya Paket Kebijakan yang sudah di deregulasi ini adalah menurunkan biaya logistik, menurunkan biaya produksi, dan meningkatkan ekspor,” ungkap Edy di Hotel Borobudur dalam Focus Group Discussion Deregulasi Paket Kebijakan Ekonomi, Selasa (25/10).
Edy mengatakan dalam FGD yang menghadirkan para pelaku usaha dari semua asosiasi terkait agar turut serta memberikan usulan dan merumuskan deregulasi paket kebijakan ekonomi. Sehingga esensi yang ada dalam usulan itu bukan hanya menghapuskan sejumlah poin aturan, tetapi memperbaiki kelemahan Indonesia saat ini.
“Bagaimana kebijakan kita bisa ini memperbaiki kinerja kita, menugaskan regulasi untuk menurunkan biaya logistik dan membuang cost-cost yang tidak relevan, serta membangun konektivitas pasar di desa-desa dan pasar global,” tuturnya.
Asisten Deputi Pengembangan Logistik Nasional Kemenko Perekonomian Erwin Raza menyatakan dengan menurunnya posisi Indonesia dari peringkat 53 ke peringkat 63 dalam Logistic Performance Index (LPI) dari Bank Dunia mendorong pemerintah untuk segera merasionalisasi dan mengharmonisasi peraturan yang menghambat pengembangan logistik.
“Kita juga mencoba menyusun peraturan baru untuk mendukung implementasi pengembangan logistik nasional sesuai Perpres Nomor 26 Tahun 2012,” terang Erwin.
Erwin menjabarkan, biaya logistik Indonesia sangat besar diakibatkan oleh; pertama, belum optimalnya pengembangan Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung sebagai pelabuhan hub internasional. Kedua, implementasi tol laut yang jalan di tempat. Ketiga, sertifikasi sumber daya manusia bidang logistik. Keempat, ketidakseimbangan produk domestik bruto (PDB) antara Indonesia di wilayah Barat dengan wilayah Timur.
Untuk mengawali deregulasi tersebut, Kemenko Perekonomian akan memfokuskan kebijakan tersebut pada enam faktor penggerak utama logistik yaitu; komoditas utama, infrastruktur transportasi dan logistik, pelaku dan penyedia jasa logistik, sumber daya manusia, teknologi infromasi dan komunikasi, dan terakhir adalah regulasi.
Sebelumnya, Kemenko bidang Perekonomian juga menegaskan akan merevisi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Kementerian Perhubungan yang dipandang memberatkan industri transportasi dan logistik.
Selain itu, pemerintah juga mendorong penguatan Inladn Free Trade Agreement (FTA) dan Indonesia National Single Window sebagai badan, bukan sekadar pengelola portal saja yang berfungdi mengoordinasi 18 kementerian dan lembaga di bawahnya.
Misalnya, berdasarkan keluhan dari pelaku usaha antara lain INSA {Indonesian National Shipowners Association] bahwa PNBP yang dilakukan oleh lembaga berdasarkan PP Nomor 15 Tahun 2016 sangat membebani pelaku usaha.
“Alasannya, karena cakupan pelayanan pada masing-masing jasa pelayanan menjadi lebih luas; jenis tarif pada masing-masing cakupan pelayanan semakin detail; terdapat kenaikan tarif yang tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan, dan terdapat pengenaan tarif yang tidak ada layanannya yang seharusnya tidak dipungut biaya,” jelas Erwin.
Pengenaan tarif jasa tersebut diatas sangat memberatkan dan menjatuhkan daya saing pelaku usaha jasa transportasi, dan industri alat angkut yang berantai pada penggerusan daya beli masyarakat dan penurunan ekspor.