Bisnis.com, JAKARTA – Harga gas mulut sumur yang lebih kompetitif akan mendorong investasi industri petrokimia di lokasi dekat sumber gas.
Wakil Ketua Federasi Industri Kimia Indonesia (FIKI) Suhat Miyarso mengatakan struktur harga tersebut bisa menggairahkan aktivitas investasi di sektor petrokimia hulu.
Pelaku industri petrokimia pasti terdorong untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan membangun pabrik methanol di lokasi yang berdekatan dengan sumber gas.
“Sekarang yang paling dekat dan potensial adalah Bintuni di Papua Barat. Sehabis itu ada Masela. Kondisi ini pasti mendorong investasi,” kata Suhat kepada Bisnis.com, Rabu (5/10/2016).
Direktur PT Pupuk Indonesia (Persero) Gusrizal mengatakan target harga gas US$3—US$4 per MMBTU di mulut sumur sangat membantu daya saing industri pupuk Indonesia.
Dia menjelaskan industri pupuk membutuhkan dukungan penurunan biaya produksi di saat pasar pupuk non-subsidi di Tnaah Air kebanjiran produk impor.
“Kami sangat mendukung dan berterima kasih pada perhatian pemerintah. Dampaknya pasti bagus karena saat ini bisnis pupuk sedang sulit,” kata Gusrizal.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan target harga US$5—US$6 per MMBTU yang ditetapkan Presiden Jokowi adalah harga gas industri di ujung pipa distribusi.
Dia menjelaskan harga gas di mulu sumur harus berada di kisaran US$3—US$4 per MMBTU untuk mencapai target yang ditetapkan Presiden dalam rapat kabinet terbatas.
Perhitungan harga tersebut berdasarkan target pemangkasan biaya distribusi dan transportasi ke kisaran US$1,5—US$2 per MMBTU. “Arahan Presiden untuk harga gas di plant gate di bawah US$6 per MMBTU, artinya di well head antara US$3—US$4 per MMBTU,” kata Airlangga.