Bisnis.com, PEKANBARU -
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Riau mengungkap selama 90 tahun Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) tidak pernah mengedepankan transparansi atau tertutup dalam pengelolaan cost recovery.
"Dan persoalan ini tidak lepas dari buruknya tata kelola sektor migas di Indonesia khususnya Riau," kata Koordinator FITRA Riau, Usman kepada pers di Pekanbaru, Rabu (28/9/2016) siang.
Ia mengatakan, sistem tak transparan atau tertutup dan tidak mengedepankan transparansi publik inilah yang kemudian memunculkan banyak indikasi penyalahgunaan cost recovery.
Ketika terjadi hal-hal yang bersifat permainan sepihak, demikian Usman, perusahaan dan pemerintah tidak pernah melibatkan publik hingga luput dari pengawasan.
Sebelumnya, legislator pusat dari Komisi VII DPR RI Satya W Yudha mengungkap, saat ini Chevron juga tengah menjalankan proyek pemulihan tanah terpapar minyak (TTM) yang telah berlangsung bertahun-tahun dengan metode bioremediasi.
Dalam menjalankan proyek ini, legislator itu menyebut bahwa tersedot dana sebesar Rp12 triliun setiap tahun.
Menanggapi hal tersebut, Usman menyarankan pemerintah untuk melakukan evaluasi penyaluran cost recovery.
Sebelumnya, DPR RI juga telah menyetujui usulan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atas pagu anggaran pengembalian biaya operasi migas atau cost recovery pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 sebesar 10,4 miliar dolar AS.
Anggaran cost recovery yang disetujui itu lebih rendah dari pengajuan SKK Migas sebelumnya sebesar 11,7 miliar dolar AS.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan, penurunan anggaran cost recovery tersebut juga telah dikomunikasikan dengan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo.
Ia menambahkan, pihaknya juga ingin agar anggaran cost recovery untuk tahun selanjutnya bisa ditekan di bawah 10 miliar dolar AS.