Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Lelang Investasi Jalan Tol, Asosiasi Tol Indonesia Usul Skema Baru

Asosiasi Tol Indonesia mengusulkan kepada pemerintah untuk menggunakan sistem penilaian baru yang lebih fleksibel dalam proses lelang investasi jalan tol guna mengundang lebih banyak keterlibatan swasta dalam sektor ini.
Proyek jalan tol/Ilustrasi-Bisnis
Proyek jalan tol/Ilustrasi-Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA-- Asosiasi Tol Indonesia mengusulkan kepada pemerintah untuk menggunakan sistem penilaian baru yang lebih fleksibel dalam proses lelang investasi jalan tol guna mengundang lebih banyak keterlibatan swasta dalam sektor ini. 

Ketua ATI Fatchur Rochman mengatakan selama ini Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) masih mengadopsi sistem penilaian proyek konstruksi dalam lelang investasi jalan tol, terutama dalam menentukan parameter proses prakualifikasi. Sistem penilaian itu antara lain dengan menentukan ekuitas badan usaha peserta lelang setidaknya 30% dari nilai investasi.

“Kalau secara teori dulu 30:70, jadi ekuitas minimal harus 30 supaya lulus. Di dunia global, hal itu sudah tidak. Perbankan bisa saja ngasih kita uang baik pinjaman maupun equity sepanjang mereka percaya sama kita. Di dunia finance global, skema itu sudah kuno,” ujarnya, Sabtu (24/09).

Dia menjelaskan, dalam lelang proyek konstruksi, kontraktor harus memiliki setidaknya 30% sisa kemampuan nyata untuk mengerjakan proyek, yang terdiri dari komponen seperti tenaga kerja, dan modal. Menurutnya, penilaian tersebut hanya menguntungkan badan usaha dengan kapasitas besar, dan menyulitkan badan usaha kecil dan menengah untuk berkembang.

“Sistem precurement harus diperbaharu sehingga modal investasi tidak lagi pakai 70:30, yang penting kalau kita dapat, proyeknya jadi. Padahal di investasi jauh lebih longgar dari konstruksi,” ujarnya.

Dia mencontohkan, perusahaan kontraktor asal Jepang tidak semuanya memiliki jumlah tenaga kerja yang banyak. Namun ketika mendapatkan proyek, perusahaan bisa merekrut tenaga kerja baru dalam jumlah besar di pasar tenaga kerja.

“Yang penting dia [badan usaha] bisa rektrut orang, bukan dia harus punya. Kalau harus punya, banyak risikonya. Kalau kosong tidak ada proyek, kan tetap ke luar gaji karyawan. Pola-pola seperti ini yang harus direformasi,” ujarnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Deandra Syarizka
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper