Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penaikan Cukai Rokok Harus Hati-Hati

Isu penaikan harga rokok untuk setiap bungkusnya merisaukan banyak pihak. Wacana yang bergulir dari hasil penelitian itu pun memunculkan pro dan kontra di berbagai kalangan masyarakat.
Buruh melakukan pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok, di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (31/8/2016)./Antara-Yusuf Nugroho
Buruh melakukan pelintingan sigaret kretek tangan (SKT) di sebuah pabrik rokok, di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (31/8/2016)./Antara-Yusuf Nugroho

Bisnis.com, JAKARTA - Isu penaikan harga rokok untuk setiap bungkusnya merisaukan banyak pihak. Wacana yang bergulir dari hasil penelitian itu pun memunculkan pro dan kontra di berbagai kalangan masyarakat.

Hananto Wibisono, Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia, mengatakan penaikan harga dan cukai rokok harus dipikirkan secara serius, karena menyangkut industri strategis yang menyumbang penerimaan cukup besar, dan menyerap banyak tenaga kerja.

Selama ini, industri hasil tembakau kerap menjadi sasaran, karena menghasilkan cukai dengan nilai yang signifikan. Cukai produk tembakau merupakan penerimaan pajak terbesar ketiga setelah pajak penghasilan dan pajak pertambahan nilai.

“Pada 2015, pembayaran dari industri hasil tembakau mencapai Rp173,9 triliun, atau setara dengan 16,5% dari total penerimaan pajak. Jumlah itu dalam bentuk cukai, pajak daerah, dan pajak pertambahan nilai,” katanya kepada Bisnis, Senin (5/9/2016).

Hananto juga menjelaskan, sekitar 71,4%  dari penjualan setiap bungkus rokok masuk ke dalam kas negara, dengan rincian 57% dari penjualan adalah pajak cukai, 5,7% untuk pajak rokok atau daerah, dan 8,7% pajak pertambahan nilai hasil tembakau.

Menurutnya, penaikan harga dan cukai rokok secara drastis dapat menyebabkan 6,1 juta orang kehilangan pekerjaannya, karena pemerintah belum memiliki rencana alternatif lapangan pekerjaan untuk tenaga kerja di industri hasil tembakau.

“Saat ini, ada 6,1 juta orang yang menggantungkan kehidupannya kepada industri tembakau, yakni 2 juta orang petani tembakau, 1,5 juta orang petani cengkeh, 600.000 orang tenaga kerja di pabrik rokok, dan 2 juta orang pedagang,” ucapnya.

Hananto juga menyebut, pihaknya sepakat untuk memasukkan rokok sebagai produk yang konsumsinya harus dikendalikan. Hal itu juga terlihat dari banyaknya aturan yang harus diikuti oleh perusahaan rokok, mulai dari produksi, peredaran, promosi, hingga konsumsinya di tingkat daerah dan pusat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lili Sunardi
Editor : Nancy Junita

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper