Bisnis.com, JAKARTA- Gabungan Masyarakat sipil Indonesia Pemantau FreeTrade Area mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk lebih transparan dan membuka informasi lebih luas kepada public mengenai isi dari perundingan regional comprehensive economic partnership atau RCEP yang rencananya akan diselesaikan pada akhir 2016 ini.
Seperti diketahui, perundingan RCEP dimulai sejak 2012, dan hingga saat ini sudah mencapai putaran perundingan ke-14 yang baru saja berlangsung pada 15-19 Agustus 2016 di Vietnam.
Dari seluruh putaran perundingan yang dilakukan, koalisi sipil menilai hanya ada sedikit informasi mengenai perundingan RCEP, bahkan pertemuannya cenderung tertutup.
Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Rachmi Hertanti, menyatakan bahwa selama ini perundingan kerjasama ekonomi internasional yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia tidak demokratis bagi rakyat karena sangat bersifat elitis dan hanya melibatkan pebisnis dalam memberikan masukan.
“Isi perundingan FTA itu bukan hanya bicara ekspor dan impor, tetapi ada aspek social dan hak-hak publik luas yang juga diatur didalamnya, baik terkait isu akses terhadap obat hingga isu lingkungan. Belum lagi jika FTA mewajibkan merevisi seluruh undang-undang nasional yang berdampak luas kepada rakyat. Sehingga sangat tidak adil jika rakyat tidak dilibatkan dalam proses perundingan,” ujarnya, Rabu (24/8).
Berdasarkan bocoran yang dipublikasi olehWikileaks, diketahui bahwa salah satu bab dalam RCEP juga mengatur soal investasi. Dalam bab investasi tersebut diatur mengenai mekanisme Gugatan Investor Asing Terhadap Negara atau dikenal dengan investor state dispute Settlement(ISDS). Mekanisme ISDS ini merupakan salah satu isu yang paling kontroversial dalam konteks perdagangan bebas, karena ISDS membuka peluang intervensi kebijakan dan hukum negara oleh investor.
“Dengan diaturnya bab khusus Investasi di dalam RCEP tentunya juga akan berdampak langsung terhadap komitmen Pemerintah dalam mewujudkan akses terhadap obat murah. Karena, perlindungan hak kekayaan intelektual akan bisa menjadi salah satu isu yang dapat digunakan oleh investor untuk menggugat Indonesia di ICSID” tambah Sindi dari Indonesia AIDS Coalition.
Walaupun perundingan RCEP akan segera difinalisasi pada akhir tahun ini, menurutnya, pengetahuan publik mengenai isi perjanjian tersebut masih sangat minim.
Padahal, lanjutnya, publik sangat berkepentingan untuk mengetahui isi perundingan dan memberikan masukan sebab apabila perjanjian ini disepakati, maka pelaksanaannya akan berdampak luas terhadap publik, karena menyangkut hak-hak dasar publik.
Firdaus Cahyadi dari SatuDunia menerangkan bahwa Indonesia sudah punya Undang-undang Kebebasan Informasi Publik sehingga tidak selayaknya perundingan yang menyangkut kepentingan publik itu dilakukan secara tertutup. “Perundingan RCEP itu sangat berdampak pada kehidupan masyarakat banyak, sehingga sudah selaknya dibuka ke publik agar diketahui sejauh mana dampak buruk perundingan itu terhadap kehidupannya,” kata dia.
Untuk itu, Masyarakat Sipil Indonesia mendesak kepada Pemerintah Indonesia untuk membuka informasi dan ruang partisipasi bagi masyarakat sipil dalam segala perundingan kerja sama perdagangan internasional, khususnya RCEP.
Sebagai informasi, RCEP merupakan kerjasama mega trading block yang di bangun oleh negara anggota Asean+ enam negara (China, Korea Selatan, Australia, New Zealand, India, Jepang). Perundingan ini dilakukan sejak 2013, Putaran perundingan RCEP selanjutnya akan dilangsungkan di China pada 11-22 Oktober 2016.