Bisnis.com, JAKARTA - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Profesor Hasbullah Thabrany mengatakan, hasil survei Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Manusia Universitas Indonesia terhadap harga rokok Rp 50 ribu yang berkembang menjadi viral di masyarakat merupakan bentuk dukungan warga.
Menurut Hasbullah, berdasarkan hasil survei yang dirilis pada Juli 2016, harga yang ideal untuk mencegah pelajar dan orang miskin mengonsumsi rokok ialah Rp 50 ribu per bungkus.
"Hasil survei menjadi viral tidak bisa dikontrol. Memang kenyataannya Indonesia juara dunia tingkat perokok tertinggi," kata Hasbullah, Senin (22/8/2016).
Pengumpulan data survei, Hasbullah menjelaskan, sudah dilakukan sejak Desember 2015 sampai Januari 2016. Survei dengan metode wawancara itu dilakukan pada 1.000 responden. Hasilnya, 82 persen responden setuju harga rokok dinaikkan. Bahkan, 72 persen responden menyatakan setuju harga rokok dinaikkan di atas Rp 50 ribu untuk mencegah pelajar merokok.
Dikatakan, jumlah perokok di Indonesia sudah mencapai 34-35 persen dari total penduduk. Dari jumlah itu, 67 persen perokok laki-laki dan 4 persen perempuan.
"Perokok di Indonesia harus dikendalikan. Salah satu caranya dengan menaikan harganya," ucapnya.
Menurut Hasbullah, iklan rokok sudah begitu masif di tengah masyarakat. Namun ia menilai pengawasan dan regulasi pemerintah masih lemah dalam melakukan pengendalian konsumsi rokok di tengah masyarakat. Buktinya, pelajar setingkat sekolah dasar pun sudah merokok.
Hasbullah miris peringkat Indonesia selalu jeblok saat kejuaraan olahraga tingkat dunia. Mulai dari perlombaan tingkat Asean, Asia, dan dunia, Indonesia kerap berada di urutan bawah. Apalagi, alokasi dana Jaminan Kesehatan Nasional Indonesia sebesar Rp 10 triliun, sebagian besar terkuras karena penyakit akibat merokok.
"Hasil survei menjadi viral, artinya masyarakat mendukung. Untuk mencegah anak-anak merokok dengan menaikan harganya, agar mereka tidak bisa membeli," ujar Hasbullah.