Bisnis.com, BATAM -- Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menilai Indonesia perlu meningkatkan infrastuktur maritim agar defisit neraca jasa menyusut dan tidak lagi membebani transaksi berjalan.
Sejak 2012 hingga saat ini transaksi berjalan Indonesia selalu defisit. Dalam perjalanannya, Agus mengatakan ekspor impor Indonesia sudah membukukan surplus sedikit, tapi defisit neraca jasa masih saja besar.
Defisit neraca jasa pada 2013 sebesar US$12 miliar, pada 2014 sebesar US$10 miliar, dan pada 2015 sebesar US$8,3 miliar. Karena defisit neraca jasa yang besar itulah, maka Indonesia membukukan defisit transaksi berjalan.
Menurut Agus, Indonesia ialah negara satu-satunya yang mencatatkan defisit transaksi berjalan dari lima negara di kawasan Asean.
"Sekitar 80% dari defisit itu adalah kontribusi pelayaran. Jadi, kita perlu memperbaiki kemaritiman kita," kata Agus, Jumat (12/8/2016).
Dia berbicara dalam diskusi publik bertajuk Reformulasi Strategi Kebijakan Pengembangan Wilayah Batam dan sekitarnya, sebagai Wilayah Berdaya Saing Tinggi Secara Ekonomi yang digelar di Batam, Kepulauan Riau.
Agus menilai Indonesia berpotensi tinggi menjadi poros maritim dunia. Potensi itu salah satunya jalur perdagangan internasional. Lebih dari 75% barang dan komoditas diperdagangkan di kawasan Asia Pasifik dan sekitar 45% dari barang-barang tersebut melalui arus laut kepulauan Indonesia.
Potensi lain yakni industri manufaktur dan galangan kapal, wisata maritim, dan perikanan.
Namun, faktanya tidak demikian. Agus mengatakan sekitar 90% dari pelayaran Indonesia dikendarai kapal investor asing dan 87% dari asuransi kemaritiman dipegang asing.
"Maka, perlu dilakukan pendalaman pasar keuangan. Kita lihat saja kontribusi sektor minyak dan gas terhadap GDP Indonesia yang merupakan negara kepulauan sekitar 4%, sedangkan Jepang yang juga negara pulau sebesar 28% dan Filipina 21%," tuturnya.