Bisnis.com, JAKARTA – Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) diminta mengajak nelayan tradisional untuk mengawasi keberlangsungan kapal-kapal pencuri ikan setelah ditenggelamkan pada 17 Agustus 2016.
Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Kepulauan Riau Indra Jaya mengatakan nelayan tradisional mendukung penenggelaman kapal untuk dijadikan rumpon dan monumen pemberantasan pencurian ikan. Satgas 115 sendiri akan membenamkan tiga kapal di Batam, Kepri, sebagai bagian dari 71 kapal yang rencananya ditenggelamkan pada HUT 71 Kemerdekaan Indonesia itu.
“Kami sepakat dengan penenggelaman. Tapi apakah hanya sampai di situ saja? Kami ingin dilibatkan dalam menjaga rumpon kapal tersebut,” katanya kepada Bisnis.com, Minggu (7/8/2016).
Indra mengatakan langkah Satgas 115 tidak menggunakan bahan peledak memungkinkan kapal masih dalam keadaan utuh ketika terbenam di laut. Namun, dia menilai kondisi ini justru membuat kapal rentan dipreteli oleh sekelompok maling.
“Kami takutkan ada orang yang menanggalkan satu persatu bagian kapal sehingga nanti tinggal rangka. Apalagi di Kepri ini sangat mengenal teknologi selam,” katanya.
Menurutnya, kapal-kapal pencuri asing memiliki perlengkapan penangkapan ikan canggih yang berharga mahal. Selain itu, kayu yang dipakai dapat dijual kembali untuk industri-industri galangan kapal tradisional yang membutuhkan bahan baku tersebut.
Sebagaimana diketahui, pada 17 Agustus 2016 Satgas 115 akan menenggelamkan 71 kapal pencuri ikan (tetapi kini baru tersedia 34 kapal) di delapan lokasi. Selain Batam, lokasi penenggelaman a.l Tarakan, Bitung, Sorong, dan Morotai.
“Proses penenggelaman kapal dilakukan dengan pembocoran kapal tanpa menggunakan bahan peledak,” kata Komandan Satgas 115 sekaligus Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Aksi penenggelaman kapal terakhir dilakukan Satgas 115 pada April 2016. Sebanyak 176 kapal dari berbagai negara telah dibenamkan ke laut, terbanyak berasal dari Vietnam dan Filipina.