Bisnis.com, JAKARTA – Produksi listrik yang dihasilkan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero), hingga akhir 2016 diproyeksi mencapai 3.084 Giga Watt Hour (GWh), naik dibandingkan realisasi tahun lalu 3.056 GWh.
Peningkatan produksi berasal dari pengoperasian tiga Pembangkit Listrik Panas Bumi (PLTP) baru sepanjang semester II 2016.
“Pada semester II, produksi listrik 1.619 GWh, bertumbuh 10,5% dibanding semester I. Tiga unit PLTP baru tidak fully operated selama enam bulan di semester II,” ujar Irfan Zainuddin, Direktur Utama Pertamina Geothermal dalam rilisnya yang diterima Bisnis, Minggu (31/7).
Sepanjang semester I 2016, Pertamina Geothermal memproduksi listrik sebesar 1.465 GWh, yang berasal dari PLTP Kamojang, Lahendong dan Ulubelu. Produksi terbesar berasal dari Kamojang sebesar 861 GWh. Selain itu, dari PLTP Ulubelu diproduksi 411 GWh dan Lahedong 193 GWh.
Menurut Irfan, pada 15 Juli 2016, PLTP Ulubelu Unit 3 sudah mulai beroperasi komersial (commercial operation date/COD) dan mulai memproduksi dan memasok listrik di Lampung. Selain itu, Lahedong Unit 5 diharapkan juga sudah bisa dioperasikan pada September mendatang.
“Ulubelu dan Lahedong lebih cepat dari yang direncanakan. Ulubelu Unit 3 yang rencananya Agustus, bisa kita realisasikan Juli. Lahedong yang rencana semula Desember, kita kejar COD-nya pada September,” kata Irfan.
Selain PLTP Ulubelu Unit 3 berkapasitas 55 megawatt (MW) dan Lahedong Unit 5 berkapasitas 20 MW, Pertamina Geothermal menargetkan PLTP Karaha Unit 1 berkapasitas 30 MW beroperasi sesuai target pada Desember tahun ini.
Menurut Irfan, pelaksanaan pembangunan proyek PLTP tidak mengalami hambatan karena komitmen seluruh proyek sudah disepakati dengan pihak kontraktor dan pembiayaan Pertamina Geothermal serta mendapat dukungan penuh dari induk usaha, Pertamina.
Namun, dia menambahkan, untuk harga jual beli listrik PLTP Ulubelu Unit 3 yang sudah beroperasi hingga saat ini belum diverifikasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Harga listrik dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) ditetapkan US$7,53 per KWh, kemudian menjadi US$8,4 per KWh dalam kesepakatan revisi harga (head of agreement/HoA).
“Harga dalam HoA (head of agreement) belum diverifikasi. Minggu depan akan ada pertemuan dengan PLN untuk membahas protap, semoga lancar dan ditemukan solusi yang baik untuk kedua belah pihak,” ungkap Irfan.
Saat ini, harga eksisting uap dan listrik PLTP Kamojang dan Lahedong sudah melalui verifikasi BPKP sebagai proses internal PLN. Begitu pula proyek Lahedong Unit 5 dan Huluhais juga tinggal menunggu proses amendemen kontrak.
Abadi Purnomo, Ketua Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API),menjelaskan hambatan terbesar dalam pengembangan pembangkit panas bumi adalah tarif pembelian listrik oleh PLN.
Masalah tarif menjadi penting, karena pembangkit panas bumi tidak mungkin bersaing dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dari batu bara.
“Apalagi, harga jual listrik dari panas bumi berada diatas biaya pokok produksi (BPP) listrik PLN,” kata dia.
Menurut Abadi, langkah yang harus ditempuh pemerintah untuk mempercepat pembangunan PLTP adalah dengan melakukan debrirokrasi perizinan dan kepastian off taker, serta perbaikan subsurface data.
PGE Proyeksikan Produksi Listrik Panas Bumi Naik Akhir 2016
Produksi listrik yang dihasilkan PT Pertamina Geothermal Energy (PGE), anak usaha PT Pertamina (Persero), hingga akhir 2016 diproyeksi mencapai 3.084 Giga Watt Hour (GWh), naik dibandingkan realisasi tahun lalu 3.056 GWh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
Penulis : Annisa Lestari Ciptaningtyas
Editor : Rustam Agus
Konten Premium
Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.
1 jam yang lalu