Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah merasa perlunya untuk segera merampungkan RUU Sumber Daya Air yang baru setelah dibatalkannya UU SDA no 7 tahun 2004 oleh Mahkamah Konstitusi.
Dirjen Sumber Daya Air Kementerian PUPR Mudjiadi menjelaskan dalam audiensi pertama dengan DPR ini berfokus pada urgensi penggantian UU no 11 tahun 74 tentang pengairan yang kini berlaku untuk menggantikan UU no 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
"Tadi kami masih menjelaskan UU 11 tahun 74 harus diganti karena sudah jadul. Banyak hal-hal yang terjadi di masyarakat dan praktiknya yang tidak bisa diakomodir. Meski telah dijembatani dengan adanya permen dan peraturan lain, tapi kan kekuatan hukumnya beda," ujarnya Selasa (26/7/2016).
Dia menerangkan ada beberapa hal yang membuat UU no.11 tahun 74 tak relevan.
Pertama ditinjau dari tahun pembuatannya peraturan itu lebih bersifat sentralisasi. Hal itu berbeda dengan kondisi pemerintahan kini, yang bersifat desentralisasi.
Kedua, dia menuturkan UU lama itu juga belum mengatur mengenai konservasi air dikarenakan pada masa itu lebih menekankan swasembada pangan. Dampaknya pemanfaatan air dilakukan secara besar-besaran yang mengakibatkan turunnya air muka tanah
Tak hanya itu, UU itu masih mengatur pengelolaan air yang bersifat parsial dikarenakan belum mengakomodir adanya pengelolaan terpadu, berbasis wilayah sungai.
" Kira-kira itulah yang kami sampaikan mengenai pentingnya dilakukan penggantian UU secepatnya. Termasuk eran swasta di UU 11 belum jelas," tekannya
Dia mengatakan meski naskah akademik telah selesai disusun, namun belum ada keputusan lanjut untuk mengajukannya sebagai inisiatif DPR atau inisiati pemerintah.
Nur suhut, anggota Badan Legislasi dari Fraksi PDIP juga menyambut terselesaikannya penyusunan RUU SDA secepatnya.
Dia menilai praktik pengelolaan air di lapangan berjalan liar dan tak mencerminkan adanya kedaulatan rakyata atas air, seperti praktik bisnis air minum kemasan. "Jangan sampai negara tunduk, ini darurat," tekannya